Jaksa Tuntut Anak Bupati Langkat Non Aktif 3 Tahun Penjara, LBH Medan Ungkap Banyak Kejanggalan
Tuntutan ini sangat jauh dari ancaman pasal yang didakwakan pada Dewa Peranginangin, yakni Pasal 351 ayat 3 Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Medan Muhammad Anil Rasyid
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Tuntutan 3 tahun penjara yang disampaikan Jaksa kepada Dewa Peranginangin cs, anak Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin atas dakwaan penyiksaan yang berakibat meninggal menjadi sorotan LBH Medan.
Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra mendesak Jaksa Muda Pengawas (Jamwas) Kejaksaan Agung RI segera memeriksa Kepala Kejari Langkat dan anak buahnya yang menangani perkara kerangkeng manusia.
Irvan menilai banyak kejanggalan dalam kasus ini.
Kejanggalan pertama menyangkut tuntutan yang sangat amat ringan diberikan jaksa penuntut umum JPU Baron Sidik terhadap Dewa Peranginangin cs, anak Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Diketahui Dewa Peranginangin melakukan penyiksaan pada tahanan hingga berujung kematian.
Baca juga: Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin Divonis 9 Tahun Penjara, Persis Tuntutan Jaksa KPK
Dalam persidangan, JPU cuma menuntut Dewa Peranginangin tiga tahun penjara.
Tuntutan ini sangat jauh dari ancaman pasal yang disangkakan pada Dewa Peranginangin, yakni Pasal 351 ayat 3 Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
"Dalam dakwaanya, para terdakawa dinilai melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau Pasal 351 ayat (3) KUHP, hal ini menggambarkan jika dakwaan yang disusun oleh JPU telah cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan Pasal 143 KUHAP," kata Irvan, Selasa (15/11/2022).
Namun, lanjut Irvan, anehnya, ketika JPU membacakan tuntutan, Dewa Peranginangin justru dinilai melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
"LBH Medan menduga ada kejanggalan dalam tuntutan dan ketidakseriusan JPU dalam menangani perkara a quo.
Diketahui, dalam pemberitaan JPU menyatakan terharu atas restitusi yang dilakukan oleh para terdakwa, hal ini menggambarkan ketidak objektifan JPU dalam perkara a quo yang seharusnya berdiri bersama korban," kata Irvan.
Selain itu, mengenai proses persidangan, semestinya sidang tuntutan digelar pada 9 November 2022, tapi ditunda menjadi tanggal 14 November 2022.
"Padahal perkara ini sangat mendapatkan perhatian publik secara nasional (Viral), tapi disidangkan di waktu yang sangat sore (pukul 18.00 WIB). Ini semua menggambarkan adanya kejanggalan dalam tuntutan JPU," kata Irvan.