Pascakisruh Rempang Aparat Bersenjata Lengkap Masih Berkeliaran, Masyarakat Ketakutan
Kehadiran aparat pascakisruh Rempang berimplikasi terhadap munculnya ketakutan di tengah masyarakat, ditambah masih ada aparat bersenjata lengkap.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehadiran aparat pascakisruh Rempang berimplikasi terhadap munculnya ketakutan di tengah masyarakat.
Hal ini berdasarkan laporan temuan awal investigasi dari gabungan beberapa yayasan dan lembaga yang menamakan diri sebagai Solidaritas Nasional untuk Rempang.
Dari hasil pemantauan, setidaknya terdapat lima posko penjagaan di Pulau Rempang, baik di Jalan Trans Barelang hingga daerah Sembulang.
Solidaritas Nasional untuk Rempang mengidentifikasi sekitar 20 hingga 30 aparat gabungan ada di masing-masing posko.
Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Dukung Bahlil Ajak Dialog Warga dan Jaga Investasi di Pulau Rempang
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya Saputra—yang merupakan bagian dari Solidaritas Nasional untuk Rempang—menjelaskan ketakutan masyarakat semakin bertambah karena aparat rutin berpatroli di Pulau Rempang tanpa alasan yang jelas.
"Belum lagi, warga di 16 kampung diusir secara perlahan atas nama relokasi," ujar Dimas dalam keterangannya, dikutip Senin (18/9/2023).
Lebih lanjut, Dimas juga menyebutkan sejumlah aparat masih dipersenjatai secara lengkap dengan laras panjang di beberapa fasilitas sipil.
Sebagaimana diinformasikan Dimas, masyarakat masih diminta mendaftarkan dirinya serta membawa bukti-bukti kepemilikan tanah dari tanggal 11 hingga 20 September 2023 mendatang ke dua fasilitas sipil yang menjadi tempat pendaftaran relokasi, yakni:
Baca juga: Siapa Abang Long? Pembela Pulau Rempang yang Berani Lawan Aparat, Begini Nasibnya Usai Ditangkap
Kantor Kecamatan Galang di Sembulang dan Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI)-kini berganti menjadi Kantor Koramil dan Kantor Kecamatan Galang
"Sejumlah aparat yang berasal dari Satuan Brimob, dipersenjatai secara lengkap dengan laras panjang beserta dengan motor," tutur Dimas.
"Hal ini jelas berlebihan, mengingat situasi sudah diklaim aman. Penempatan aparat gabungan
di fasilitas sipil seperti halnya kantor kecamatan tentu juga akan sangat problematik, mengingat kecamatan melingkupi berbagai urusan," sambungnya.
Sebagai informasi, Solidaritas Nasional untuk Rempang ini terdiri atas beberapa kelompok: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI ), WALHI Riau, KontraS, Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Trend Asia.
Pihaknya melakukan investigasi untuk mengetahui secara riil peristiwa yang terjadi di lapangan.
Adapun pada 11 hingga 13 September 2023 lalu pengumpulan data telah dilakukan dan menghasilkan sejumlah temuan awal serta analisis dalam dimensi kekerasan serta dugaan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Untuk diketahui, 7 September 2023 kekerasan dilakukan oleh aparat gabungan yang terdiri dari Polisi Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Ditpam Badan Pengusahaan, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terhadap Warga Pulau Rempang di Jembatan 4 Barelang, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Tragedi Rempang muncul akibat aktivitas pematokan tanah sebagai bagian dari memuluskan proyek Rempang Eco-city. Proyek ini sendiri akan digarap oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG).