Tiga Bulan Jadi Pengungsi di Aceh, M Amin Kembali Sebagai Penyelundup Rohingya, Kini Jadi Tersangka
Muhammad Amin merupakan etnis Rohingnya warga Myanmar yang tinggal di kamp penampungan di Cox's Bazar Bangladesh.
Editor: Erik S
Muhammad Amin kemudian tepergok warga saat baru mendarat di pesisir Lamreh, Kabupaten Aceh Besar.
Ia bersama rekannya berinisial AH keluar dari barisan rombongan yang sudah dikumpulkan aparat dan warga sekitar.
Mengetahui keduanya ingin kabur, warga sekitar menangkap Amin dan AH dan mengumpulkan mereka kembali ke rombongannya.
AH diduga memiliki peran sebagai pengarah dan membantu pendistribusian makanan kepada penumpang saat di kapal.
Saat ini polisi menahan Amin dan beberapa orang saksi di Mapolresta Banda Aceh.
Sedangkan warga etnis Rohingya lainnya yang mendarat di Pantai Dusun Blang Ulam, Desa Lamreh Aceh Besar masih berada di parkiran bawah tanah Balai Meseuraya Aceh di Banda Aceh.
Tak semuanya pengungsi
Berdasarkan penyelidikan polisi, dari 137 orang itu, tak semuanya merupakan pengungsi.
Dua orang di antara mereka diketahui berkewarganegaraan Bangladesh, selebihnya warga negara Myanmar.
Polisi mendapati fakta bahwa tidak semua orang dalam rombongan mempunyai kartu pengungsi dari UNHCR.
Baca juga: Menko PMK Respons Pengungsi Rohingya Punya KTP: Birokrasi Kita Kecolongan
"Dari pemeriksaan saksi-saksi (warga Rohingya) yang kita tanyakan, bahwa mereka datang ke negara tujuan dalam rangka memperbaiki hidupnya, untuk mencari pekerjaan," ucap Fahmi, dikutip dari Antara.
Di samping itu, dari jumlah itu, beberapa orang di antaranya dibiayai oleh orangtua atau keluarganya.
Akan tetapi, orangtua dan keluarganya masih berada di kamp pengungsian Cox's Bazar.
"Jadi artinya bisa kita simpulkan untuk sementara ini, bahwa mereka bukan dalam keadaan darurat, dari negara asal menuju Indonesia. Mereka punya tujuan yaitu mendapat kehidupan lebih baik dengan cara mencari pekerjaan di negara tujuan," ungkapnya.
Saat ini, tersangka penyelundupan Rohingya, Muhammad Amin, dijerat dengan Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Ia terancam hukuman kurungan penjara paling lama 15 tahun.