Kisah Chattra dari Theodore van Erp hingga Versi Pak Werdi Candirejo
Kisah Borobudur masa modern dimulai saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles pada 1814 berkunjung ke Semarang.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Hal ini didukung desain bentuk dan rupa stupa seperti stupa utama Borobudur ada dan terukir pada panel di dinding utama, lorong terakhir candi.
Tanpa keraguan lagi, van Erp membongkar chattra yang sudah terpasang dan menurunkannya pada akhir Oktober atau November 1911.
Pada November atau Desember 1911, yasti stupa induk diselesaikan dan dirapikan berdasarkan kondisi dan analogi pemugaran yang tepat.
Sejak itu, fragmen-fragmen batu rekonstruksi chattra Borobudur versi Theodore van Erp terlupakan, berserakan di antara sampah-sampah bebatuan Borobudur di lereng bukit sisi barat.
Hingga pada tahun 1995, para pencari batu Borobudur menemukan kembali potongan-potongan batu mencurigakan, diawali temuan Pak Dailami, kini sudah almarhum.
Batu-batu yang ditemukan Dailami jenisnya batu bertakik dan kuncian yang belakangan dikenali sebagai tangkai dasar bagian chattra.
Teman sejawat Dailami, yaitu Pak Werdi di tahun-tahun berikutnya perlahan menemukan batu-batu lainnya di Lokasi terpisah-pisah, dan mencoba mengumplukan dan mengelompokannya.
Semakin banyak yang terkumpul, Werdi mulai mencoba merekaulang bentuknya berdasar gambar kerja van Erp dan pada 1997, chattra itu mewujud kembali.
Setelah jadi, chattra itu diletakkan di Museum Karmawhibangga, dan sejak itu polemic chattra terus berlangsung.
Pada 2019, chattra yang tadinya di Museum Karmawhibangga dibongkar dan dipindahkan ke komplek Balai Konservasi Borobudur (kini berganti nama Museum dan Cagar Budaya Borobudur).
Dalam sebuah forum diskusi di Yogyakarta guna mengkaji chattra Borobudur pada 2 Februari 2018, arkeologi UI Prof Dr Mundarjito, mengemukakan keraguannya atas chattra di Candi Borobudur.
Ia menyatakan, hingga saat ini belum ada data otentik yang menyebutkan chattra merupakan struktur inti dari stupa induk Candi Borobudur.
Ia juga berpandangan pemasangan chattra bukan suatu hal yang mendesak.
"Saya sendiri merasa tidak yakin. Kalau tidak tahu persis mendingan jangan," kata Mundarjito yang pernah terlibat pemugaran Candi Borobudur era 1970an. Pernyataannya dikutip LKBN Antara pada pemberitaan 2 Februari 2018.