Chattra Akhirnya Batal Dipasang di Puncak Candi Borobudur
Keputusan ini kabarnya bagian kesimpulan rapat yang digelar di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marvest), Rabu (11/9/2024).
Editor: Setya Krisna Sumarga
Ahli pencari dan penyusun batu Candi Borobudur yang pensiun sejak 2010 ini merasa dirinya di posisi sangat sulit.
Ia yang pernah jadi anak buah Prof Dr Soekmono saat pemugaran Borobudur sejak 1973 mengamini pendapat pakar sejarah klasik itu.
Menurutnya mengutip pendapat Prof Dr Soekmono, stupa induk Borobudur tidak memiliki chattra, meskipun ada relief di candi ini yang memperlihatkan bentuk chattra.
Arkeolog dan ahli sejarah Dr Daud Aris Tanudirjo mengingatkan para pihak mengenai sikap dan pendapat para ahli yang hingga hari ini belum ada kata putus tentang chattra Borobudur.
Jika ada pihak yang ingin memaksakan kehendak memasang chattra di stupa induk Borobudur, maka sebaliknya harus ada kajian final yang komprehensif.
Di kalangan Budhis pun menurut Daud Tanudirjo juga pendapatnya masih terbagi. Ada yang ingin cahttra dipasang, tapia da juga yang menganggap tidak perlu dipasang di Borobudur.
Sebab, kata Daud Tanudirjo, kehadiran chattra di stupa puncak Borobudur bisa mempengaruhi otentisitas bangunan itu.
Secara arkeologi, tidak ada bukti kongkret di stupa puncak itu pernah dipasangi simbol payung. Jika dipaksakan, hal ini bisa berpengaruh ke status Borobudur sebagai World Heritage UNESCO.
Polemik Lama
Chattra di stupa induk Candi Borobudur menjadi polemik selama puluhan tahun, sejak Theodore van Erp merestorasi candi Budha itu pada tahun 1907 hingga 1911.
Chattra hasil rekonstruksi van Erp pada tahun 1931 sempat dipasang di stupa induk, tapi diturunkan kembali.
Theodore van Erp merasa ragu menyusul kritik dan kontroversi apakah Candi Borobudur berchattra atau tidak.
Van Erp mengganggap belum memiliki dasar dan bukti-bukti kuat di stupa puncak pernah ada chattra atau simbol payung di bangunan suci Budhist.
Dalam khasanah bangunan suci Budhist, chattra merupakan bagian dari stupa yang berbentuk payung bersusun tiga.
Letak chattra berada paling atas. Secara umum, stupa tersusun dari alas membulat yang ditinggikan dan diletakkan di bawah kubah.
Lalu pada bagian atas kubah terdapat harmika atau tanah berpagar juga as roda atau batang untuk menopang chattra.
Chattra menyimbolkan perlindungan bumi dari kekuatan jahat. Selain itu, chattra juga bermakna sebagai objek persembahan surgawi dan juga penanda anggota keluarga kerajaan.
Jumlah chattra di atas stupa pada masa India kuno adalah tiga belas. Jumlah ini merupakan lambang penghormatan bagi raja penguasa dunia atau kerajaan yang memiliki daerah kekuasaan yang luas.
Meskipun demikian, berdasarkan maksud dan tujuan didirikannya stupa, budaya lokal, keterampilan dari perajin lokal serta keyakinan masyarakat setempat dapat menyebabkan beragamnya bentuk bagian-bagian stupa (alas, kubah, harmika, dan payung).
Oleh karena itu, bentuk dan gaya arsitektur stupa dapat berbeda-beda, baik antar daerah maupun antar negara.
Perbedaan-perbedaan itu bisa dilihat di negara-negara Asia yang pengaruh ajaran Buddha kuat atau berkembang, seperti India, Sri Lanka, Thailand, Kamboja, Nepal, dan Tibet. (Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)