Kasus Kepemilikan Landak di Bali, Hotman Paris Beri Pesan Khusus untuk JPU : Singgung Soal Tuntutan
Guna mencegah terulangnya kasus serupa, Pemprov Bali akan berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali
Editor: Eko Sutriyanto
Penasihat hukum I Nyoman Sukena, R Bayu Perdana saat ini tengah mengupayakan membebaskan Nyoman Sukena dalam proses persidangan yang berlangsung.
Persidangan selanjutnya dijadwalkan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/9) dengan agenda saksi meringankan dan keterangan terdakwa.
Selanjutnya, penetapan hakim terkait penangguhan terdakwa, Bayu mengatakan, seharusnya perkara ini tidak masuk ke pengadilan karena dapat diselesaikan dengan restorative justice.
"I Nyoman Sukena hanya menyelamatkan landak yang ditemukannya di sawah, tanpa ada niat untuk menyakiti maupun menjual landak tersebut," tuturnya.
Ia menyebut, Jaksa Penuntut Umum salah dalam mendakwa terdakwa karena menggunakan Undang-undang yang sudah tidak berlaku. "Maka sudah sepatutnya terdakwa segera dibebaskan lepas dari segala tuntutan," jelasnya.
Pihaknya optimis karena hakim menyatakan saat ini masih ada kemungkinan restorative justice.
"Namun tidak seperti dalam tahap penyidikan maupun penuntutan, tapi nanti dalam bentuk pertimbangan hakim dalam putusan," ujar dia.
Pengadilan Negeri (PN) Denpasar angkat bicara mengenai viralnya kasus Landak Jawa dengan terdakwa Nyoman Sukena ini. Juru Bicara Pengadilan Negeri Denpasar, Gde Putra Astawa mengatakan, kasus ini belum vonis, proses hukumnya masih berlangsung. Dan tentunya hakim akan mempertimbangkan beragam hal yang meringankan.
“Saat ini persidangan kasus ini masih berlanjut. Sidang berikutnya dijadwalkan pada Kamis 12 September 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan dan pemeriksaan terdakwa,” ujar Putra Astawa, Selasa (10/9).
Ia menegaskan, hingga saat ini belum ada putusan atau vonis dari hakim. Terdakwa Nyoman Sukena harus berurusan dengan meja hijau dengan dakwaan tunggal Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).
Ancaman pidana yang diatur dalam UU tersebut adalah penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Ancaman pidana yang tercantum dalam dakwaan merupakan batasan hukum dan bukan vonis final dari hakim. Hakim akan mempertimbangkan berbagai faktor dalam menjatuhkan putusan akhir, dengan rentang hukuman mulai dari 1 hari hingga maksimum 5 tahun.
“Terkait penahanan terdakwa, jaksa penuntut umum yang mengajukan kasus ini juga melanjutkan penahanan tersebut selama proses persidangan sesuai dengan Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” imbuh Putra Astawa.
Pada persidangan, Kamis (5/9), tim penasihat hukum terdakwa telah mengajukan permohonan penangguhan atau pengalihan tahanan. Majelis Hakim menyatakan akan memberi keputusan atas permohonan tersebut pada persidangan selanjutnya, Kamis (12/9). “Permohonan pengalihan penahanan adalah hak terdakwa yang dapat diajukan melalui penasihat hukumnya. Majelis Hakim akan mempertimbangkan permohonan ini dan memutuskan apakah akan mengabulkan atau tidak,” paparnya.
Ia menambahkan, PN Denpasar mengimbau masyarakat Bali untuk tetap tenang dan mempercayakan proses persidangan kepada Majelis Hakim. “Pengadilan akan mempertimbangkan semua fakta yang terungkap dalam persidangan serta perkembangan masyarakat sebelum mengambil keputusan akhir dalam kasus I Nyoman Sukena,” kata Putra Astawa.