Khutbah Salat Jumat di Pondok Gontor Ponorogo yang Full Bahasa Arab, Saya Pun Bengong
Sungguh pengalaman religi ikut tunaikan salat Jumat di masjid Pondok Gontor Ponorogo. Tapi khutbah full bahasa Arab membuat saya bengong.
Editor: Agung Budi Santoso
Meski dikategorikan pondok modern, pondok ini masih menggunakan tradisi orang nadliyin, dimana terlihat pada jumatan kemari dilakukan 2 adzan sebelum dibacakan khutbah seperti masjid masjid NU lainnya mungkin ini sudah menjadi kebiasaan sedari awal berdirinya pondok.
Aktivitas para santri di Pondok Modern Gontor Ponorogo (Kompasiana.com/ Nanang Diyanto)
Dan yang membedakan hanyalah isi khutbah full bahasa Arab, yang membuat saya tertegun dan bengong karena sama sekali tidak bisa. Tahu-tahu yang khutbah mengucapkan salam dan terdengan suara qomat pertanda khutbah selesai.
Di sebelah timur masjid (depan) kanan bida ditemukan aula besar yang berkapasitas bisa manampung ratusan santri. Diatas pintu masuk terdapat foto trimurti (pendiri pondok).Sedang didalamnya ada panggung dan baliho besar yang biasa buat acara peringatan atau kegitan.
Timurnya lagi ada rumah pusaka, yang berbentuk pendopo (rumah bucu), rumah ini usianya sama dengan usia pondok, rumah ini adalah kediaman kyai pendiri pondok yang sekarang lebih difungsikan sebagai musium.
Terus ke timur ada masjid lama dan pondok lama (awal berdiri pondok), dan dibelakanganya ada 2 petak makam para pendiri serta makam keluarga.
Dari pesantren ini konon telah lahir para pejabat-pejabat, para pakar politik, para saudagar yang terkenal di negeri ini. Kesederhanaan dan kedisiplinan di pondok ini membuat mereka terlatih tahan banting.
Konon aturan tidak boleh makan diluar atau keluar selain hari libur sangat dipatuhi, dulu bila ada santri gundul bisa disimpulkan karena hukuman atas kesalahannya.
Hari libur pondok ini adalah hari Jumat setelah sholat jumat, mereka pergi ke kota untuk berbelanja aneka kebutuhan, mereka pergi naik ojek atau berombongan dengan mencarter kendaraan masyarakat sekitar, dan hal ini menjadi pemasukan tersendiri bagi para tukang ojek atau mobil carteran.
Dan setiap hari jumat bisa dijumpai ratusan sampai ribuan para santri baik dari Gontor atau pesantren lainnya yang berjalan berarak-arakan di kota Ponorogo.
Dan bila bukan bulan Ramadhan mereka memadati rumah-rumah makan yang menjadi langganan pendahulunya, ciri-ciri warung tersebut adalah warung yang ada daftar menu sekaligus daftar harga, dan yeng khas mereka mendatangi rumah makan yang 'maaf' perempuannya berjibab dan bernuansa muslim. (Kompasiana.com/ Nanang Diyanto)