Zapin Api: Atraksi Mistis Menari dalam Kobaran Api di Bengkalis Riau yang Nyaris Punah
Pertunjukan zapin api itu sungguh memesona. Sukar menggambarkan suasana musik ritmik berpadu dengan unsur mistis.
Editor: Malvyandie Haryadi
Karena tidak ada kemajuan, Abdullah memutuskan menghentikan atraksi.
Tidak ada lagi suara musik.
Semua pemain disadarkan dengan rapalan doa yang dibaca oleh Abdullah. Satu per satu siuman.
Setelah sadar, mereka terkulai lemas, diam, tertunduk, dan merasa sangat lelah.
Tidak ingat
Dalam perbincangan setelah selesai menari, Iwan tidak mengingat aktivitas sebelumnya.
Yang diingatnya, ada seorang gadis cantik menari mengelilingi taman bunga.
Dia mengikuti gadis itu menari. Ketika Iwan mengambil bunga dan melemparkan ke atas, yang dilihatnya bunga beterbangan, sementara di mata penonton adalah percikan bunga api.
”Saya menari bersama gadis itu. Namun tidak lama dia menjauh dan menghilang,” ujar Iwan.
Adapun Samin mengatakan tidak melihat gadis menari, tetapi irama musik memaksanya terus bergoyang.
Dia juga tidak ingat telah merampas gendang salah seorang pemain.
Menurut Abdullah, atraksi zapin api malam itu memang tidak sempurna.
Pokok masalahnya ternyata irama gendang kurang pas.
Salah seorang penabuh kompang adalah pemain pengganti yang baru belajar karena pemain utama tengah ke luar kota.
Karena itulah, Samin yang sedang menari merebut gendang pemain baru itu.
Petikan gambus juga tidak terdengar jelas.
Musik pengantar zapin malam itu terasa kacau dengan komposisi kurang menyatu sehingga membuat tarian kurang sempurna.
Meskipun tidak sempurna, pertunjukan zapin api itu sungguh memesona.
Sukar menggambarkan suasana musik ritmik berpadu dengan unsur mistis.
Tidak dapat dicerna logika, api yang panas membara tidak mampu melukai kulit penarinya.
Zapin api adalah tradisi Pulau Rupat, Riau, yang nyaris punah.
Menurut Abdullah, ayahnya, Husein (almarhum), adalah khalifah zapin api yang terkenal pada era 1940 hingga 1970-an.
Ilmu ayahnya diturunkan kepada Abdullah.
Ketika ayahnya meninggal, Abdullah meneruskan tradisi zapin api sampai dengan era 1980-an.
Dia kerap diundang dalam acara pesta kawin, sunatan, atau acara penting lain.
Namun, zapin api meredup dan mati suri seiring dengan munculnya musik organ tunggal atau kibor dangdutan.
”Pada tahun 2013, Pak Edwar (Kepala Dinas Pariwisata Bengkalis) meminta saya menghidupkan zapin api lagi. Sejak saat itu, saya mulai mencari penari dan penabuh gendang. Sekarang ini sudah ada lima penari dan pemain gendang yang siap tampil,” tutur Abdullah yang juga seorang nelayan.
Di usia senjanya, Abdullah tidak menginginkan tradisi zapin api mati bersama dirinya.
Kini dia tengah menyiapkan anak laki-lakinya, Umar (40), untuk menjadi khalifah baru melanjutkan tradisi. (Kompas/Syahnan Rangkuti)