Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
KH. Imam Jazuli: Pesantren Harus Membuldoser Mentalitas Kaum Terjajah
saya ingin mengajak untuk membuldoser mentalitas kaum terjajah (inlander mentality) yang sudah lama mencengkeram masyarakat.
Editor: Husein Sanusi
Sebagai panutan di masyarakat, saya rasa penting jika para kiai atau pimpinan lembaga pendidikan Islam untuk mengajak masyarakat berhijrah secara pikiran dan hati ke keadaan yang lebih bercahaya (madinah munawwaroh).
Dengan ucapan yang terdengar pedas di atas bagi sebagian orang, sebetulnya saya ingin mengajak masyarakat untuk berhijrah. Tentu, tidak bisa seseorang mau melangkahkan kakinya ke tempat yang baru jika tidak siap untuk meninggalkan yang lama. Tidak bisa masyarakat menerima mindset baru sebelum ada kesiapan untuk meninggalkan mindset lama.
Kepada lulusan SMK, Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf Internasional (MAUBI), SMA Unggulan Bertaraf Internasional Bina Insan Mulia, saya mendorong mereka untuk melanjutkan ke perguruan tinggi di berbagai negara. Semula, dorongan ini banyak yang menampik bukan karena tidak mau, tapi tidak tahu bagaimana caranya ke sana. Pesantren kemudian memfasilitasi santri-santri Bina Insan Mulia untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri.
Dalam rentang waktu 3-4 tahun ini, Bina Insan Mulia telah mengirim ratusan santrinya ke berbagai kampus di luar negeri. Ada yang beasiswa dan ada yang mandiri. Mereka diterima di Al-Azhar Kairo, Ankara University Turkey, Bandirma University, Sakarya University Jepang, Shoufu University Taiwan, Sultan Qaboos Oman, Ezzaitounnah Tunisia, Islamic University of Africa Sudan, dan lain-lain.
Para alumni yang melanjutkan ke luar negeri itu memasuki berbagai program studi selain studi Islam. Antara lain: electrical engineering, political science, public law, media and communication, maritim, astronomy and space, international relation, business administration, social science and humanity, dan hotel management.
Tahun 2019, SMK Bina Insan Mulia menjadi satu-satunya sekolah vokasi di Indonesia bahkan di dunia yang diterima dengan program studi Islam di Al-Azhar Mesir paling banyak. Sebanyak 21 lulusan SMK Bina Insan Mulia diterima di kampus tertua di Mesir itu. Bahkan di tahun 2022, Pesantren Bina Insan Mulia menjadi pesantren yang paling banyak mengirim santrinya ke Unibversitas Al-Azhar Mesir. 90 santri Bina Insan Mulia diterima di berbgai fakultas di universitas tertua tersebut.
Dari pengalaman ini, saya ingin berbagi dengan pesantren-pesantren lain atau pendidikan Islam pada umumnya bahwa masyarakat kita perlu diajak untuk melihat dunia yang lebih luas. Tentu saja melalui pendidikan.
Jika nanti sudah banyak lulusan pesantren yang menguasai berbagai bidang ilmu untuk mengelola kemaslahatan publik, maka porsi kontribusi pesantren pada perubahan semakin besar.
Sekarang ini, pesantren lebih sering diandalkan perjuangannya ketika bangsa, negara, dan pemerintah sedang susah atau sedang punya hajatan politik. Tapi begitu normal, peranan yang diberikan pesantren tidak sentral untuk sebuah perubahan masyarakat.
Kenapa? Alasannya dua. Bisa jadi yang berkuasa di atas sana ketika keadaan normal bukanlah orang-orang yang punya hati dengan pesantren. Atau karena di kalangan pesantren sendiri krisis orang-orang yang dapat dipercaya secara moral dan kompetensi untuk mengelola bidang-bidang sentral itu. Misalnya ekonomi, pendidikan, energi, transportasi, ketenagakerjaan, ketahanan negara, telekomuniaksi, dan seterusnya.
Kasus kerap terjadi di NU dan ormas Islam lain. Begitu ditawari untuk mengisi bidang-bidang sentral bagi perubahan Indonesia, NU tidak punya banyak orang yang siap untuk mengisi bidang-bidang itu. Akhirnya, nyomot orang dari mana saja lalu dikasih label NU.
Jadi, sasaran dari perjuangan pesantren hari ini adalah menghasilkan alumni yang secara kompetensi dan kesalehan dapat mengelola sektor-sektor penentu perubahan bangsa. Darimana itu kita mulai? Membuldoser mental kaum terjajah. Itu jawabannya.
Bukankah Al-Qur’an sudah mengingatkan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri,” (QS. ar-Ra’d [13]: 11).
* Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Bina Insan Mulia 2 Cirebon. Pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Penulis merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; juga alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; dan alumnus Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies.*