Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jerman Korban Sepakbola Politik
Jerman dikecam berbagai kalangan, terutama di Asia, karena telah mencampuradukkan politik ideologi dengan sepak bola.
Editor: Hasanudin Aco
Bahkan sebuah video ciral muncul di Youtube mereka merayakan kemenangan kecil saat tiba di hotel.
Asia adalah masa depan dunia.
Dalam beberapa tahun ke depan pusat kekuatan dunia akan bertumpu di Indopasifik, bukan lagi Eropa.
China, India, Indonesia, Thailand, dan negara-negara di Asia lainnya diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi baru di masa depan.
Saat menghadiri KTT G20 di Bali, Perdana Menteri Kanada dan Perdana Menteri Inggris mengakui negaranya kini akan fokus membangun kerjasama dengan negara-negara di Indopasifik-Asia setelah perang di Ukraina.
Bahkan Rusia secara terang terangan mulai mengalihkan kerjasama bilateral dengan negara- negara Asia bukan lagi dengan Eropa yang kini semakin menua.
Oleh karena itu menurut sejumlah analis asing, Jerman gagal meraih simpati Asia ketika di Piala Dunia tidak menghargai kearifan lokal di Qatar.
Boleh saja Jerman mengakui LGBT di negaranya tapi tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada Qatar untuk mengakui LGBT.
Jadilah tamu yang baik. Begitu kira-kira orang Indonesia menyebutnya.
Sebuah parodi televisi Al Jazeera secara halus menyindir Jerman soal ini.
Seorang presenter mengatakan kepada temannya di Qatar ketika anda menyetir mobil harus berjalan di sebelah kiri.
Beda dengan di Jerman anda menyetir di ruas kanan.
Lalu apa jadinya kalau di Qatar Anda menyetir di ruas jalan kanan melawan arus lalu lintas?
Anda akan ditabrak dan mungkin tewas seketika.