Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dari Zaitunah untuk Dunia dan Budaya Tidak Berhijab di Tunisia
Tunisia merupakan negara yang 98% penduduknya Muslim, yahudi 1% dan Katolik 1%, tapi perempuan berhijab di Tunis ibu kota Tunisia tidak lebih dari 5 %
Editor: Husein Sanusi
Sebab, ketika terjebak dalam kekangan kolonial, Tahar Haddad mengajak masyarakat Tunisia melawan kebodohan, kemunduran, penjajahan, dan kediktatoran penguasa. Saat itu, Perancis menjajah Tunisia sejak tahun 1883.
Baca juga: Gus Dubes Tunisia Zuhairi Misrawi dan Negeri Lumbung Peradaban Islam
Selain aktivis seperti Tahar Haddad, ada ulama Tunisia lain yang berperan sebagai politisi. Dia adalah Abdul Aziz Tha'alabi. Ia mendirikan Constitutional Liberal Party pada 1920. Ia juga mengkritik para pengajar agama yang jumud, serta mengajak pada pembacaan al-Quran yang rasional.
Dunia sastra tidak ketinggalan. Universitas Zaitunah melahirkan tokoh besar seperti Abul Qasim Echebbi. Ia dikenal sebagai pengarang lagu kebangsaan Tunisia "Humat al-Hima (Defenders of Homeland)".
Terakhir yang ingin penulis sampaikan adalah Ibnu Asyur, seorang ahli Fikih dan Ushul Fikih. Dia tidak saja menulis tafsir al-Qur'an berjudul Tafsir Tahrir wa Tanwir (Pembebasan dan Pencerahan) melainkan juga Maqashid Syariah al-Islamiah (Tujuan-tujuan Syariah Islam) di bidang Ushul.
Jika demikian, bagaimana mungkin kita tidak terpengaruh oleh pencapaian peradaban ilmu pengetahuan Universitas Zaitunah?
Kunjungan penulis dan Gus Dubes Zuhairi Misrawi seperti menyelam ke dalam dasar samudera ilmu pengetahuan Islam.
Universitas Zaitunah terdiri dari Institut Teologi dan Institut Peradaban Islam yang berlokasi di Tunis, dan Lembaga Penelitian, Pusat Studi Islam, di Kairouan.
Universitas Zaitunah juga dikenal dengan karya akademiknya dalam disiplin ilmu berikut: ekonomi, bisnis, ilmu politik, filsafat, sejarah, literatur, sosiologi, antropologi, pendidikan, hukum, peradilan pidana, studi agama, teknik, dan komunikasi.
Di bidang sains eksakta, Universitas Zaitunah terkenal di bidang matematika, medis, fisika, biologi, ilmu bumi, ilmu komputer, kimia, dan psikologi.
Jurusan sosiologi Universitas Zaitunah menempati ke-50 di dunia, ekonomi ranking ke-76, filsafat ke-230, sejarah ke-136, dan literatur ke-315 (academicinfluence.com).
Dengan begitu, Universitas Zaitunah pantas memengaruhi perkembangan diskursus keilmuan Islam. Dari sinilah, penulis terpikir untuk mendikusikan perkembangan wacana keislaman di Indonesia bersama Sang Rektor. Juga Gus Dubes RI untuk Tunisia.
Pikiran itu berangkat dari pengalaman yang penulis temui sepanjang kunjungan ini. Dalam benak terbersit, bukankah Universitas Zaitunah adalah pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam?
Namun, bagaimana mungkin para mahasiswi Zaituna tidak diwajibkan berhijab? bahkan dikota Tunis sebagai ibukota negara Tunisia perempuan berhijab sangat sedikit sekali. Bahkan yang lebih mengejutkan, penuturan mahasiswa Indonesia, dosen Tafsir al Quran di Zaitunah tidak berhijab juga.
Hasil pengamatan ini tampak kontras dengan pengalaman yang terjadi di Indonesia. Bahkan, berkali-kali viral lembaga sekolah memaksa siswanya untuk mengenakan hijab.