Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Dari Zaitunah untuk Dunia dan Budaya Tidak Berhijab di Tunisia

Tunisia merupakan negara yang 98% penduduknya Muslim, yahudi 1% dan Katolik 1%, tapi perempuan berhijab di Tunis ibu kota Tunisia tidak lebih dari 5 %

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Dari Zaitunah untuk Dunia dan Budaya Tidak Berhijab di Tunisia
Dokumentasi KH. Imam Jazuli.
Suasana jalanan di Universitas Zaitunah, Tunisia, Kamis (15/12/2022) dipenuhi mahasiswi dan mahasiswa yang sedang melakukan aktivitas di sekitaran kampus Universitas Zaitunah. 

Tidak jarang, hijab sering dipakai sebagai simbol Islam Populis, yang lebih mengedepankan identitas dari pada substansi.

Apakah hal ini menyangkut persoalan sosiologis, di mana budaya dan kearifan lokal setiap masyarakat akan berbeda dalam memaknai ajaran Islam?

Tentu saja. Orang-orang Tunisia, dunia kampus di Tunisia, lebih toleran terhadap perbedaan sudut pandang orang lain. Para ilmuwan muslim Tunisia tidak memberikan paksaan atas faham tertentu

Toleransi terhadap perbedaan cara pandang beragama di Tunisia bukan semata-mata fakta sosial. Lebih jauh, fakta arsitektural masjid-masjid di Tunisia menjelaskan bagaimana cara hidup berdampingan di tengah keragaman Mazhab beragam.

Misalnya, jika Anda pergi Tunisia, maka perhatikan corak arsitektur menara masjid. Apabila ia berbetuk persegi empat, otomatis jamaah masjid tersebut bermazhab Maliki.

Sebaliknya, bila Anda melihat menara masjid dengan bentuk persegi delapan (oktagon), maka sudah pasti jamaah masjidnya bermazhab Hanafi.

Yang paling menarik dalam pengamatan penulis, jarak antar masjid sangatlah dekat. Bahkan satu masjid dengan masjid lain tidak sampai 20 meter. Ini menjadi penanda bahwa keragaman Mazhab tidak menjadi alasan penghalang untuk hidup harmonis.

Diskusi ini menarik perhatian penulis ketika dalam perjalanan pulang dari Universitas Zaitunah. Namun, insya Allah, pencerahan akademik yang lebih mendalam akan terpenuhi, bila kunjungan Rektor Universitas Zaitunah ke Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, 2 minggu kedepan yaitu pada tanggal 25 Desember 2022 terwujud.

Berita Rekomendasi

Kita tentu perlu mencari jawaban dari intelektual besar Universitas Zaitunah ini; sebuah kampus yang pemikiran sosiologisnya sangat berpengaruh di level dunia. Sejauh mana faktor sosiologis mempengaruhi perilaku keagamaan seseorang?

Tunisia merupakan negara yang 98 persen penduduknya Muslim, yahudi 1% dan Katolik 1%, tapi perempuan berhijab di Tunis ibu kota Tunisia tidak lebih dari 5 % saja. Apakah ini efek dari sekularisasi yang dilakukan Habib Bourgiba presiden Tunisia selepas kemerdekaan yang berkiblat ke Kemal Attatruk? ataukah lahir dari perbedaan penafsiran dan pandangan Fiqih? Tentu ini akan saya kaji lebih dalam kedepan.

Yang pasti dalam perjalanan kepulangan kami dari zaituna, saya dan istri memberikan pencerahan dan nasehat kepada putri kami agar tetep pegang prinsip berhijab selama studi di Zaituna, dilarang mencopotnya, dia harus mengikuti nilai-nilai dan madzhab yang kami anut, tetapi menghormati mahasiswi atau dosen zaituna yang tidak berhijab. Itulah toleransi yang harus ditanamkan atas perbedaan penafsiran dan pendapat dalam beragama. Wallahu 'alam bis showab Amin.[]

*Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas