Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Kabinet Zaken, Kapitalisme Non Ersatz, dan Sistem Meritokrasi 

Kapitalisme tidak lagi memperkaya diri sendiri namun memajukan kapitalisme industri yang fokus pada kemajuan teknologi dan manufaktur melalui inovasi.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kabinet Zaken, Kapitalisme Non Ersatz, dan Sistem Meritokrasi 
AFP/HANDOUT
Gambar selebaran ini diambil pada tanggal 16 Oktober 2024 dan dirilis pada tanggal 16 Oktober oleh Partai Gerindra memperlihatkan presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka (tengah kiri dan kanan) berpose untuk foto bersama calon menteri kabinet mereka selama pengarahan di kediaman Prabowo di Hambalang, Jawa Barat. 

Lantas seperti apa kepemimpinan Meritokrasi? Meritokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Young (1959) sebagai konsep merit yang mengutamakan IQ dan usaha untuk mencapai suatu posisi. awalnya menunjuk pada sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan.

Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin.

Berdasarkan pemaknaannya, meritokrasi merupakan sebuah sistem sosial yang mempengaruhi perkembangan dalam masyarakat berdasarkan kemampuan dan prestasi individu daripada dasar keluarga, kekayaan, atau latar belakang sosial (Kim & Choi, 2017).

Beberapa penelitian memaknai meritokrasi sebagai kondisi yang menghadirkan kesempatan yang sama kepada semua individu dalam masyarakat untuk menduduki suatu posisi atau jabatan di publik (Lipsey, 2014; Martin et al, 2014; Au, 2016). 

Kesempatan yang sama ini dilatari oleh kompetensi yang dimiliki oleh individu sehingga yang nantinya menduduki posisi jabatan publik adalah orang-orang yang dianggap terbaik.

Penerapan meritokrasi ini tidak terbatas hanya pada posisi tertentu, tetapi bisa diterapkan dalam konteks seluruh posisi pada suatu pekerjaan atau pelayanan publik.

Dari beragam studi mengenai meritokrasi, terdapat dua hal yang menjadi prasyarat dalam penerapan meritokrasi, yaitu transparansi dan ketidakberpihakan.

BERITA REKOMENDASI

Di Indonesia, sistem meritokrasi pernah diterapkan. Perdana Menteri Sutan Sjahrir (1945-1947) dan Agus Salim (1947-1949) sudah menerapkan sistem ini dengan cara memilih menteri-menteri yang kompeten di bidangnya selama masa pemerintahan mereka.

20 Oktober 2024 Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan dilantik. 

Pada tanggal 21 Oktober 2024, jajaran kabinet pun akan diumumkan. Banyak dari kita mempunyai harapan besar bahwa momentum ini merupakan bentuk pertanggungjawaban Pemerintah atas kondisi yang dialami oleh negara.

Bukan sekedar seremonial semata dan ajang bagi-bagi kue kekuasaan yang berkedok menjaga stabilitas negara. 

Apakah negara ini akan diarahkan pada ritme sebelumnya? Kapitalisme Ersatz dan titip jabatan? atau melangkah maju sebaimana tren dunia saat ini, Kapitalisme Non Ersatz yang melepaskan diri dari titip jabatan dan berorientasi memajukan industri? 


Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco, mengatakan kabinet Prabowo-Gibran akan lebih banyak diisi kalangan profesional ketimbang utusan partai politik (parpol).

Menurutnya, telah dilakukan simulasi al. penambahan Kementerian dalam rangka optimalisasi tugas-tugas kementerian dan memenuhi janji kampanye Asta Cita dan program Aksi pada saat kampanye. 

Sejauh ini, berdasarkan pemberitaan yang beredar, 16 nama merupakan wajah lama yang akan mengisi kabinet di bawah kepemimpinan Prabowo. Di antara nama-nama yang muncul di publik antara lain Eric Tohir dan Sri Mulyani. Sisanya, akan diisi oleh pejabat-pejabat di Kementerian dan Lembaga, kalangan pakar, dan ormas keagamaan.

Apabila dilihat dari komposisinya, Prabowo seperti hendak mengakomodir semua kepentingan. Akan tetapi apabila melihat orang-orang yang diundang, Prabowo seperti tidak mau sembarangan mengangkat Menteri dan tetap mengedepankan profesionalitas.

Sebut saja Abdul Mu’ti yang dipanggil ke Kertanegara yang diperkirakan untuk mengisi posisi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dan Guru Besar Bidang Pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini sejak lama diketahui memperjuangkan sistem Pendidikan yang humanis dan inklusif. Tidak hanya terfokus pada kecerdasan intelektual namun juga pembentukan karakter.

Berdasarkan faktual ini, kita memang masih bisa menyimpulkan bahwa kabinet yang dibentuk Prabowo cukup akomodatif untuk kepentingan partai dan kebutuhan profesionalitas namun juga punya ekses terhadap meningkatkan anggaran operasional negara mengingat semakin besarnya struktur Lembaga dari semula 4 (empat) Menteri Koordinator dan 30 (tiga puluh) Menteri, menjadi 46 (empat puluh enam) Kementerian.

Situasi ini juga mendorong berkembangnya jumlah komisi di DPR RI dari semula 11 (sebelas) menjadi 13 (tiga belas) Komisi. 

Jika ditotal dengan lembaga negara lain, maka terdapat 123 kementerian/ lembaga di era Prabowo-Gibran.

Berdasarkan dokumen yang beredar, ada beberapa kementerian baru yang dipecah dari kementerian lama seperti  Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Transmigrasi, Kementerian Hukum, Kementerian HAM, Kementerian Pariwisata, Kementerian Ekonomi Kreatif, Kementerian Pekerja Migran Indonesia, dan Badan Gizi Nasional.

Situasi ini saja telah menyimpang dari jargon yang telah sekian lama didengungkan oleh Kementerian PAN dan RB yaitu kaya fungsi miskin struktur. Mari kita lihat dan kritisi bersama arah pemerintahan ini ke depan. 

 

 

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas