News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Timbunan Sampah di Perairan Selat Bali Bikin Nelayan Menjerit, Makin Sulit Mencari Ikan

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapal-kapal nelayan di Pantai Kedonganan, Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Foto ini diambil pada Minggu (8/11/2015)

Berdasarkan data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.

Diperkirakan, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.
 
Berdasarkan data, timbulan sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik sebesar 57 %, diikuti oleh sampah plastik 16%, kertas dan sampah karton 10%, dan lainnya 17%. Dalam satu dekade, komposisi sampah plastik meningkat 5%, timbunan sampah plastik meningkat pesat dalam 5 tahun terakhir.

Jakarta menghasilkan 2.000 ton sampah kantong plastik setiap tahun dan 4 jenis sampah plastik paling umum yang ditemukan di ekosistem pesisir dan laut termasuk tas belanja plastik sekali pakai, sedotan plastik, kemasan sachet, dan styrofoam.

Alhasil, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jambeck (2015), Indonesia menduduki peringkat kedua dalam sepuluh negara yang menghasilkan sampah plastik terbanyak di dunia. Indonesia menduduki peringkat kedua menghasilkan dan membuang sampah plastik ke laut pertahun sebesar 187,2 juta ton setelah Tiongkok (262,9 juta ton). Berada diurutan ketiga adalah Filipina (83,4 juta ton), diikuti Vietnam (55,9 juta ton), dan Sri Lanka (14,6 juta ton).

Sejatinmya, pemerintah berkomitmen untuk menetapkan target untuk pengurangan sebesar 30% dan dan penanganan sampah dengan benar sebesar 70% dari total timbulan sampah pada tahun 2025. Target tersebut dinyatakan secara resmi pada Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim, pemerintah serius menyikapi ancaman sampah plastik. Pasalnya, tidak berharap anak-anak menjadi stunting akibat memakan ikan yang tercemar sampah plastik. “Bahaya mikro plastic ini kalau termakan ikan, dan ikannya dimakan manusian dan bisa melahirkan anak yang tidak sehat, stunting. Kita tidak mau melihat stunting generation di Indonesia,” sebut Luhut.

Atas dasar itu, pemerintah menyikapi persoalan sampah plastik secara serius. Tak hanya itu, pemerintah daerah juga mulai fokus menangani sampah plastik ini seperti Bali. Pemprov Bali mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik dan menggantinya dengan plastik dari singkong dan rumput laut. 

Namun opsi ini masih terkendala keterbatasan bahan baku dan harganya masih terbilang mahal. Sementara itu, mulai tahun depan, pemerintah berencana memberlakukan pajak plastik untuk turis. Pemerintah berencana menarik pungutan sampah kepada para turis, ancar-ancarnya sebesar US$ 1 untuk turis lokal dan US$ 10 buat turis mancanegara. Tagihan hotel nantinya memasukkan pungutan sampah, yang kemudian disetorkan ke kas daerah untuk membiayai pengelolaan sampah di daerah wisata. Namun sejumlah pihak masih meragukan pendekatan ini, termasuk soal transparansi penggunaan dananya.

Cawapres Sandiaga Uno juga memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan pencemaran plastik “Kami memiliki kepedulian terhadap masalah lingkungan, termasuk limbah plastik di laut. Perlu ada pengurangan penggunaan plastik dan pelarangan plastik sekali pakai. Dalam program aksi kami, kami tegas mencantumkan pentingnya upaya mendorong penggunaan kantong plastik yang berbahan nabati, bio degradable dan ramah lingkungan,” janjinya.

Rokhmin Dahuri, Juru Bicara Bidang Kemaritiman dan Perikanan TKN Jokowi-Ma’ruf, persoalan sampah yang ada di laut itu asalnya dari daratan. “Jadi penanganan sampah harus diawali dari daratan, sampah plastik ini dampaknya buruk terhadap hasil tangkapan ikan nelayan,” ungkapnya.

Melda Wita, Direktur Pelaksana Yayasan Econusa mengatakan, sampah plastik di lautan berasal dari aktivitas manusia di daratan. Karena itu, penanganan ini tidak bisa hanya berfokus pada sektor kelautan, pun demikian dengan kementerian adan lembaga maupun pemangku kepentingan lainnya.

“Sampah di Indonesia harus diselesaikan secara holistik dari hulu ke hilir, serta melibatkan produsen dan konsumen. Dengan demikian, dunia usaha juga harus bekerja keras di sini untuk memastikan produk kemasan mereka tidak menjadi beban lingkungan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan ekosistem darat dan lautan,” bebernya.

Melda menambahkan, secara khusus Econusa memandang plastik sebagai ancaman terbesar sampah di darat dan lautan. Produk ini akan menjadi lebih mematikan ketika berakhir di lautan dan menjadi santapan para biota laut.

“Untuk itu, kami mendukung upaya masif dalam penanganan sampah plastik ini, termasuk pembatasan di tempat-tempat wisata, maupun rencana cukai plastik dan pajak plastik buat turis. Bagi kami, menekan penggunaan plastik seminimal mungkin bahkan menggantinya menjadi material yang ramah lingkungan adalah sesuatu yang harus didorong saat ini,” imbuhnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini