News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Jatuh-Bangun Edwin Soeryadjaya: Kenangan Pahit Sang Ayah Harus Jual Astra karena Bank Summa

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Edwin Soeryadjaya.

Ayah Edwin adalah sosok yang tidak pernah berlaku kasar kepada anak-anaknya.

"Mungkin ayah saya itu salah satu yang bisa dihitung dengan jari yang di Indonesia itu tidak pernah 'ngemplang,'" tutur Edwin.

Kondisi-kondisi sulit setelah melepas Astra itu dijalani keluarga Soeryadjaya dengan penuh kerja keras dan ketabahan. Bersama ayahnya, Edwin tidak pernah menyerah pada keadaan sulit yang dihadapi.

Mereka saat itu justru terus berikhtiar mengembangkan potensi-potensi yang ada.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Ora et Labora Edwin Soeryadjaya (kedua kiri), Ketua Yayasan Ora et Labora Sandi Rahaju (tengah) dan Direktur Keuangan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk Jerry Ngo (kiri), dan Ketua Umum Asosiasi Pembangkit Listrik Indonesia swasta Ali Herman Ibrahim (kanan) melakukan peletakan batu pertama pembangunan SMK Ora et Labora di BSD City, Tangerang Selatan, Rabu (1/3). PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (Saratoga) mendukung Yayasan Ora et Labora dalam melaksanakan pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Program Teknik Ketenagalistrikan yang pertama di Indonesia. Saratoga dan Ora et Labora terbuka untuk kerjasama dengan perusahaan lain dalam mengembangkan SMK program ketenagalistrikan. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

"Yang utama waktu itu saya lihat anak-anak saya masih kecil, jadi saya harus menghidupi merek. Saya putar otak, putar otak," kata Edwin.

Banyak usaha-usaha yang pada masa sulit itu justru kembali ditekuni Edwin. Saat berusaha untuk bangkit, Edwin mendengar kabar bahwa PT Telkomsel akan mendapat kontrak dengan swasta untuk melakukan pembangunan.

Kebetulan, pada saat masih di Astra, Edwin pernah mengayomi PT Telkomsel. "Memang segala sesuatu itu bukan kebetulan ya," ujar Edwin.

"Saya mengetahui bahwa Telkom itu akan diberi privatisasi karena permintaan dari World Bank dan IMF," kata Edwin.

Saat itu dimulai program kerjasama operasi (KSO) untuk mengembangkan perekonomian Indonesia.

Pemerintah kala itu melihat tidak bisa korporasi hanya depending on fund domestic. "Jadi harus ada juga dari swasta dan juga dari luar negeri," kata Edwin singkat.

"Waktu itu Telkom di bawah pengawasan World Bank melakukan investasi, saya walaupun tidak punya kemampuan, saya mengetahui bahwa ini mestinya sangat menguntungkan," ujar Edwin.

Edwin bergegas mencari mitra dari luar negeri untuk menggarap tender PT Telkomsel. Sedikitnya ada sekitar 50 perusahaan yang ingin ikut tender tersebut.

Namun, tahun 1998, kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis. Dari pengamatan Edwin, setiap krisis ekonomi terjadi, akan ada banyak perusahaan-perusahaan besar yang tumbang.

"Waktu saya berusaha, kembali ke 1998, saat itu ada krisis Asia, financial crisis, waktu mulai kejadian, saya bilang waduh, biasanya kalau ada krisis itu, banyak perusahaan yang akan tumbang," kata Edwin.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini