TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa pemerintah perlu mencari negara alternatif impor daging sapi selain Australia demi memastikan keterjangkauan harga dan kecukupan ketersediaan daging sapi menjelang lebaran di bulan Mei nanti.
Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi dengan beberapa elemen Kementerian/Lembaga terkait dan para perwakilan asosiasi daging sapi nasional, di Gedung Bina Graha, Jakarta pada Selasa kemarin (1/3/2022).
“Perlu ada negara alternatif impor selain Australia yang mampu memenuhi permintaan daging sapi dalam negeri dengan harga terjangkau. Ini perlu dilakukan dengan cepat,” kata Moeldoko.
Baca juga: Setelah Tahu-Tempe dan Daging Sapi, Giliran Harga Gas Elpiji Nonsubsidi serta Ayam Potong yang Naik
Baca juga: Sejumlah Warung Bakso di Tangsel Tutup Sementara Karena Pedagang Daging Sapi Mogok Jualan
Sebagai informasi, stabilitas harga daging sapi dalam negeri saat ini dipicu oleh kenaikan harga impor sapi bakalan dari Australia.
Harga daging sapi bakalan impor pada Januari 2022 naik menjadi US$4,2 dolar per kg bobot hidup dari posisi US$3,8.
Bahkan harga ini terus naik mencapai US$4,5 dolar pada Februari.
Harga impor yang tinggi ini memicu kenaikan harga daging sapi secara signifikan di tingkat nasional dari Rp 119.750/kg pada 26 Februari 2021 menjadi Rp125.550/kg pada 25 Februari 2022, atau meningkat sebesar 4,9 persen.
Harga tertinggi daging sapi terpantau berada di Provinsi Aceh sebesar Rp 140.650/kg.
Adapun di Provinsi DKI Jakarta harga daging sapi sebesar Rp 140.000/kg.
"Presiden sangat khawatir tentang inflasi beberapa komoditas yang sedang naik, seperti kedelai, minyak goreng, dan sekarang kita antisipasi agar daging sapi tidak terus naik. Pemerintah sigap menyikapi situasi ini agar tidak ada keterlambatan," katanya.
Menurut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nasrullah, ketersediaan daging sapi untuk bulan Februari hingga Mei mencapai 240.948,5 ton.
Sementara kebutuhan daging hingga Mei mencapai 238.213 ton.
Angka ini menunjukkan adanya surplus 276 ton ketersediaan yang seharusnya bisa mencegah terjadinya kelangkaan daging sapi.
“Kenaikan harga ini sering berpatok pada harga sapi bakalan impor. Ketika mereka mendengar harga sapi bakalan naik, mereka juga ingin menaikkan harganya, jadi perlu penetapan harga jual yang wajar berdasarkan harga belinya,” kata Nasrullah.
“Selain itu, langkah SOS tercepat yang bisa diambil adalah memilih Meksiko atau Brazil sebagai negara alternatif impor,” pungkasnya.