Sulfikar mengatakan, perlu digarisbawahi dalam proses pembangunan ibu kota baru
merupakan bagian proyek berskala besar.
Sehingga, menurutnya dibutuhkan biaya yang sangat tinggi. Namun, biaya tinggi itu juga rentan terhadap risiko kegagalan.
"Proyek berskala besar, sangat mahal, dan tentunya memiliki tingkat risiko
kegagalan yang tinggi," ujarnya.
Dia menjelaskan, James Scott, seorang antropolog dan sosiolog lewat bukunya Seeing Like a State memberikan memberikan gambaran mengenai beberapa proyek berskala besar yang akhirnya gagal karena sejumlah faktor.
"Salah satunya adalah gagalnya visi para pemimpin atau para elite politik di dalam mewujudkan apa yang ingin mereka capai. Karena visi mereka itu tidak ground atau tidak sesuai dengan realita yang ada di masyarakat," tuturnya.
"Jadi, terjadi semacam penyederhanaan realitas sosial politik, dan ketika visi itu diwujudkan akhirnya bersifat kontradiktif," sambung Sulfikar.
Menurut Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionl (PPN)/Bappenas Velix Vernando Wanggai.
Kawasan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur dirancang mampu menampung 1,9 juta orang. Namun jumlah tersebut kemungkinan bertambah dan sudah diantisipasi.
"Desain kotanya dalam konteks rencana induknya adalah sekitar 1,7 hingga 1,9 juta
penduduk yang didesain untuk menempati wilayah di ibu kota. Sehingga, tentu kita ini
mendesain dengan skenario jumlah penduduk," kata Velix Vernando Wanggai di acara diskusi virtual "Merancang IKN Jadi Smart Forest City", Kamis (3/3/2022).
Velix mengatakan, hal tersebut berkaca pada studi tata kota terhadap negara yang pernah
melakukan perpindahan ibu kota yaitu Kazakhstan, tepatnya di Nursultan.
Menurutnya, desain jumlah penduduk di Nursultan sedianya ditargetkan mencapai 300.000
orang. Kemudian, seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk justru bertambah
menjadi 1 juta orang.
Namun dia tak menjelaskan lebih lanjut seperti apa skenario yang akan disiapkan Bappenas untuk mengatasi pertambahan jumlah penduduk IKN ke depannya.(Tribun Network/sen/kps/wly)