Dalam webinar bertajuk “Kebijakan Pemerintah & Jaminan Perlindungan Keamanan Kemasan Galon Guna Ulang”, Rachmat Hidayat turut menjelaskan bahwa industri AMDK sudah masuk di Indonesia sejak 1973.
Kemudian, kemasan GGU, tambah Rahmat, sudah diperkenalkan sejak 1984 dan merupakan kemasan yang masih digunakan hingga saat ini karena sifatnya yang ramah lingkungan.
Dengan perubahan peraturan itu, Rahmat khawatir GGU tak lagi menjadi pilihan konsumen, dan industri menuntut mengganti kemasan polikarbonat, yang mengandung BPA.
Latar belakang revisi Peraturan BPOM terkait pelabelan BPA
Bukan tanpa alasan BPOM merevisi peraturannya terkait pelabelan BPA pada AMDK.
BPOM sebelumnya memang telah menetapkan peraturan yang mengatur persyaratan keamanan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA melalui Peraturan Nomor 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, yaitu maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/gram) dari kemasan PC (polycarbonate).
Berkaitan dengan hal itu pula, BPOM secara rutin mengecek kepatuhan industri AMDK atas batas migrasi BPA.
Namun berdasarkan data hasil uji post-market 2021-2022 dengan sampel yang diambil dari seluruh Indonesia yang menemukan bahwa migrasi BPA (perpindahan BPA dari kemasan pangan ke dalam pangan) pada galon polikarbonat "menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan" dan telah mencapai ambang batas berbahaya.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang menjelaskan, hasil uji migrasi BPA menunjukkan sebanyak 33 persen sampel pada sarana distribusi dan peredaran, serta 24 persen sampel pada sarana produksi, berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.
Ketua APSI dukung pelabelan BPA
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung kepada Tribunnews dalam diwawancara melalui sambungan telepon Rabu (9/3/2022), mengungkapkan dukungannya terhadap wacana palabelan BPA pada AMDK.
Menurutnya masyarakat harus mengetahui potensi bahaya kandungan BPA pada AMDK.
"Kalau tidak di-banned, minimal diperingatkan ke warga ada zat berbahaya. Terutama untuk balita dan Ibu hamil ini sensitif," ujar Saut.
Menurutnya, pelabelan yang mirip dengan bungkus rokok tersebut juga sebaiknya dilakukan untuk galon dengan kandungan BPA maupun tidak.
"Seperti di rokok begitu, pemerintah diharapkan melabeli galon-galon mengandung BPA. Kalau yang tidak mengandung BPA, juga dilabeli bebas BPA," kata Saut.