Namun, dalam dalam webinar yang sama, peneliti Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Dr. Ima Mayasari, MH menilai, penyusunan rancangan perubahan peraturan BPOM telah mengadaptasi proses pembentukan peraturan yang disarankan organisasi negara-negara maju atau OECD.
Menurutnya, BPOM telah melakukan apa yang disebut regulatory impact assessment dengan mempertimbangkan praktik-praktik hukum terbaik di negara-negara lain (international best practices), mengkaji dampak paparan BPA secara literatur dan laboratorium (evidence-based policy making), serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder engagement).
“Evidence-based policy making dan stakeholder engagement dari peraturan BPOM ini sangat kuat. BPOM bahkan melakukan pengecekan di laboratorium dan melakukan konsultasi publik dengan mengundang asosiasi pengusaha, organisasi konsumen, serta termasuk saya juga diundang sebagai akademisi,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Ima, BPOM pasti mempertimbangkan dampak dari peraturan ini terhadap industri selain dampak kesehatan dari paparan BPA.
“Jadi, saya jawab tegas bahwa peraturan ini tidak akan mematikan kelanjutan industri,” tegasnya.
Sementara itu, ahli persaingan usaha dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Tjahjanto Budisatrio yang juga hadir sebagai pembicara, menyebut bahwa risiko paparan BPA sebagai eksternalitas negatif dalam industri AMDK, seperti halnya risiko nikotin dan tar pada industri rokok.
Dalam kondisi demikian, sudah sewajarnya pemerintah, dalam hal ini BPOM, turun tangan agar industri di masa depan tidak mengalami kegagalan pasar (market failure).
“Persaingan makin sehat justru ketika masyarakat makin sadar dengan dampak kesehatan,” katanya. “Produk yang menggunakan BPA otomatis akan terdorong untuk diperbaiki agar bisa tetap bersaing, sehingga terjadilah kondisi pasar yang contestable (kompetitif).”
Tjahjanto juga menyangsikan klaim asosiasi bahwa pelabelan BPA akan mematikan industri AMDK galon. Dia mencontohkan bagaimana sebelum aturan mengenai BPA ini muncul di Amerika Serikat, Kanada, dan sejumlah negara Eropa pada 2015, produsen perabot rumah tangga asal Swedia IKEA sudah memutuskan menghapus BPA dari semua produknya sejak 2012.
Inovasi perusahaan itu sudah mengantisipasi dan melampaui perkembangan kebutuhan masyarakat kepada kesehatan.
“Produk mereka (IKEA) sampai sekarang survive (bertahan hidup). Artinya, seorang pengusaha, seorang produsen, itu harus kreatif dan inovatif karena bagaimanapun tuntutan masyarakat itu berkembang,” pungkas Tjahjanto.(*)