“Pelarangan ekspor CPO juga tidak efektif bahkan berujung pada jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) di level petani,” sambungnya.
Kedua, lanjut Bhima, pengawasan di internal Kementerian Perdagangan dinilai lemah.
Hal tersebut tercermin dari tertangkapnya pejabat Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan terkait izin ekspor CPO.
Sehingga membuat integritas Kementerian Perdagangan dipertanyakan.
Ketiga, kinerja neraca perdagangan mencatat surplus. Tetapi hal tersebut didominasi oleh faktor eksternal yakni ‘boom’ harga komoditas, bukan kinerja ekspor manufaktur bernilai tambah.
Seperti diketahui, Januari-April 2022 pertumbuhan ekspor pertambangan naik 106,2 persen secara tahunan (year on year/yoy), sementara ekspor industri pengolahan hanya naik 29 persen.
“Dan rapor merah terakhir atau yang keempat, impor barang via ecommerce masih deras, dan impor via pengadaan barang jasa pemerintah juga terus alami peningkatan sehingga membuat Presiden kecewa,” pungkas Bhima.