“Kami usulkan agar diberlakukan seperti pada UU lama saja,” katanya.
Tutuka menjelaskan, UU Migas harus segera dirampungkan karena Indonesia berkejaran dengan waktu. Dia mencontohkan Blok Natuna di Kepulauan Riau.
Sudah 45 tahun ladang migas itu mandeg karena sangat kompleks, berisiko tinggi, dan butuh investasi besar.
“Kalau ini tidak diselesaikan sekarang, kita akan kehilangan peluang karena dalam 10-20 tahun nanti adalah masa bagi renewable energy,” katanya.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto mengakui investasi adalah salah satu masalah. Pada 2022, perusahaan hulu migas cenderung menahan investasi mereka pada portofolio berisiko.
Berdasarkan catatan SKK Migas, hingga 31 Oktober 2022 realisasi investasi mencapai US$ 9,2 miliar, di bawah target sepanjang tahun ini sebesar US$13,2 miliar.
Namun, realisasi investasi di sektor hulu migas ini menjadi investasi terbesar secara rata-rata dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir sejak 2016.