Prediksi tersebut lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi di 2022 yang sebesar 5,2 persen.
Publikasi Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Prospect yang diumumkan Kamis 15 Desember kemarin menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertama, pelemahan permintaan global, terutama dari sisi komoditas. Ini akan menekan kinerja ekspor Indonesia.
Kedua, pengetatan kebijakan moneter global akan mendorong hengkangnya modal asing dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ini akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Muaranya, ada kenaikan inflasi dari sisi impor (imported inflation).
Ketiga, kenaikan suku bunga akan menambah beban bunga utang, sehingga ini bisa menjagal progres pemulihan ekonomi karena makin sempitnya anggaran untuk progres pemulihan ekonomi.
Bank Dunia juga menyebutkan, kenaikan suku bunga juga bisa memengaruhi kredit dalam negeri, sehingga ini akan memengaruhi progres pertumbuhan ekonomi.
Kabar baiknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 masih bisa didorong oleh beberapa hal.
Pertama, masih berlanjutnya pemulihan ekonomi yang didorong oleh konsumsi swasta. Meski, ada potensi perlambatan karena tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter maupun fiskal.
Kedua, pemulihan di investasi swasta seiring kondisi ekonomi makro dan implementasi reformasi struktural. Seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang akan menarik investasi.
Ketiga, harga komoditas yang masih tinggi sehingga tetap mendukung kinerja ekspor Indonesia. Seperti, harga minyak kelapa sawit, batubara, juga besi dan baja.
Dari sisi suplai, beberapa sektor akan mengalami perbaikan kinerja, seperti transportasi, perhotela, dan jasa. Ini karena mulai naiknya permintaan masyarakat. Selain itu, sektor manufaktur digadang tetap perkasa, seiring dengan kenaikan kinerja investasi.
Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan