News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kaleidoskop 2022

Badai PHK Penghujung Tahun Bakal Berlanjut ke Tahun Depan, Bagaimana Prospek Ekonomi 2023?

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivitas buruh yang bekerja di sebuah pabrik tekstile di kawasan industri Jatinangor, Jawa Barat, Rabu (6/5/2020). Industri tekstil dan produk tekstil menjadi sektor yang paling parah dilanda PHK di tahun 2022 ini. Mengacu hasil survei Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) selama 1-16 November 2022, sebanyak 149 dari 233 perusahaan tekstil telah melakukan pengurangan jumlah karyawan. Totalnya ada 85.951 buruh tekstil se-Indonesia jadi korban PHK dengan 37.000 buruh berasal dari Jawa Barat.

Prediksi tersebut lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi di 2022 yang sebesar 5,2 persen.

Publikasi Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Prospect yang diumumkan Kamis 15 Desember kemarin menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pertama, pelemahan permintaan global, terutama dari sisi komoditas. Ini akan menekan kinerja ekspor Indonesia.

Kedua, pengetatan kebijakan moneter global akan mendorong hengkangnya modal asing dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Ini akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Muaranya, ada kenaikan inflasi dari sisi impor (imported inflation).

Ketiga, kenaikan suku bunga akan menambah beban bunga utang, sehingga ini bisa menjagal progres pemulihan ekonomi karena makin sempitnya anggaran untuk progres pemulihan ekonomi.

Bank Dunia juga menyebutkan, kenaikan suku bunga juga bisa memengaruhi kredit dalam negeri, sehingga ini akan memengaruhi progres pertumbuhan ekonomi.

Kabar baiknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 masih bisa didorong oleh beberapa hal.

Pertama, masih berlanjutnya pemulihan ekonomi yang didorong oleh konsumsi swasta. Meski, ada potensi perlambatan karena tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter maupun fiskal.

Kedua, pemulihan di investasi swasta seiring kondisi ekonomi makro dan implementasi reformasi struktural. Seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang akan menarik investasi.

Ketiga, harga komoditas yang masih tinggi sehingga tetap mendukung kinerja ekspor Indonesia. Seperti, harga minyak kelapa sawit, batubara, juga besi dan baja.

Dari sisi suplai, beberapa sektor akan mengalami perbaikan kinerja, seperti transportasi, perhotela, dan jasa. Ini karena mulai naiknya permintaan masyarakat. Selain itu, sektor manufaktur digadang tetap perkasa, seiring dengan kenaikan kinerja investasi.

Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini