"Tadi itu sudah disebutkan, itu bisa dilakukan kalau belum bisa di produksi didalam negeri," tegasnya.
Terakhir, jumlah armada KRL yang ada saat ini sebanyak 1.114 unit, disebut masih mampu menampung penumpang hingga 273,6 juta orang.
Seto mengaku, hasil audit BPKP terkait ketersediaan KRL dan perkiraan jumlah penumpang itu, dinilai lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2019 lalu.
Pasalnya, data BPKP di tahun 2019 jumlah KRL yang siap guna sebanyak 1.078 unit dan mampu menampung 336,3 juta penumpang.
"Jadi tahun 2023, jumlah armada itu lebih banyak. Tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dibandingkan 2019 yang jumlah armadanya lebih sedikit," paparnya.
Seto juga tak menampik kepadatan penumpang yang kerap terjadi di jam-jam sibuk. Namun, dia mengaku okupansi penumpang di tahun ini sebesar 62,75 persen.
"Overload ini memang terjadi, pada jam peak hour. Namun secara keseluruhan, untuk okupansi tahun 2023 itu adalah 62,75 persen," lanjutnya.
Di sisi lain, Seto menyatakan, pembahasan impor KRL bekas ini ternyata sudah sempat dibahas dengan pejabat Eselon I Kemenko Marves dan PT KCI.
Pertemuan itu menyepakati terkait review pola operasi PT KCI untuk bisa dioptimalkan dan sistem perawatan untuk menjamin keselamatan sarana dan prasarana.
"Kami meminta untuk PT KCI melakukan review terhadap operasi yang saat ini mereka ada dan mengoptimalkan sarana yang ada dan juga kita meminta untuk bisa dilakukan retrofit atas sarana-sarana yang saat ini ada, atau akan pensiun," ungkapnya.
Sikap DPR
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Gerindra Andre Rosiade meminta rencana impor kereta bekas dari Jepang disetop.
Sebab pengadaan kereta seharusnya bisa mengutamakan produk lokal melalui BUMN PT INKA.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan PT Kereta Api Indonesia (persero), PT Kereta Commuter Indonesia, PT INKA, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).