Ia menambahkan, penggunaan teknologi ChatGPT di perbankan bisa membantu dalam analisis dan pelaporan keuangan serta penilaian risiko dan analisis kredit.
Selain itu, bisa juga digunakan untuk memonitor kepatuhan terhadap peraturan, wawasan investasi dan riset pasar, serta terjemahan bahasa.
Bagi Tigor, penggunaan teknologi AI merupakan salah satu cara untuk maju karena metode tradisional tidak bisa secepat menggunakan AI.
AI dan transformasi digital adalah satu-satunya cara untuk masuk ke literasi finansial.
Namun tantangan dalam penerapannya adalah terkait regulasi dan kemampuan sumber daya manusia untuk mengadopsi.
"Kita perlu membawa talenta global terbaik ke Indonesia untuk transfer ilmu dan kemampuan terkait AI," usulnya.
Ia menyayangkan total ekspariat yang bekerja di Indonesia hanya di angka 100 ribu orang.
Sementara di negara lain seperti Singapura mencapai 2 juta orang, Jepang 3-4 juta orang, dan Thailand sekitar 4 juta orang.
"Mestinya Indonesia punya target untuk bisa mendatangkan misalnya 2 juta ekspatriat berkualitas yang bisa
mengajari teknologi AI sehingga kita bisa saling belajar," katanya.
Sementara itu, Dyah NK Makhijani, Indonesia Fintech Society berpendapat, penggunaan AI menjadi sebuah keniscayaan.
Namun spektrum AI sangat luas sehingga perlu tata kelola yang lebih baik.
Ia memberi gambaran di salah satu fintech landing yang memberikan pinjaman kepada ojek motor terdapat 28 faktor yang menentukan layak diberi pinjaman atau tidak.
"Semua prosesnya harus menggunakan AI. Kalau tidak menggunakan AI tidak akan bisa contohnya dalam mendeteksi penipuan," ucapnya.
Dyah menyebut, penggunaan AI mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas di sektor keuangan.