Hotman pun mengimbau kepada pemerintah daerah untuk mengikuti ketentuan tersebut, sebab sebagaimana diatur dalam UU HKPD, penentuan besaran tarif pajak hiburan yang termasuk dalam pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) ditetapkan oleh pemerintah daerah.
"Jadi sekali lagi kepada semua pemda, kami mengimbau, bahwa presiden pun sangat marah atas tarif pajak yang sangat tinggi tersebut," ucapnya.
Insentif PPh DTP 10 Persen Tak Menarik
Pemerintah berencana memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha hiburan guna memperkuat implementasi kebijakan terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Insentif fiskal tersebut akan diberikan kepada sektor pariwisata berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10% dari pajak penghasilan (PPh) badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22% akan menjadi 12%.
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, insentif fiskal berupa pengurangan pajak tersebut tidak menarik bagi pengusaha apabila kenaikan tarif pajak hiburan tetap ditetapkan sebesar 40%-75%.
Namun, apabila pemerintah membatalkan tarif pajak hiburan tinggi tersebut, maka pemberian insentif PPh DTP tersebut bisa menarik dan membantu pengusaha.
"Itu dalam kondisi UU Nomor 1 Tahun 2022 sudah menjadi kompositif, tentu sudah tidak menarik. Kecuali kalau ini bisa dibatalkan dan kembali kepada sisi yang lama itu baru menarik. Kalau sekarang tidak menarik," ujar Hariyadi.