"Padahal uangnya tidak masuk airline, nanti yang dicaci maskapai dan Kementerian Perhubungan. Kalau ini untuk pendanaan program salah satu kementerian kenapa harus memungut iuran dari masyarakat? Kenapa tidak pakai APBN?" ujar Alvin saat dihubungi Tribunnews, Rabu (24/4/2024).
Ditakutkan Alvin, setiap Kementerian akan mengikuti langkah serupa, dengan memungut iuran ke masyarakat. Padahal, masyarakat telah dikenai pajak. Karena itu, penerapan iuran pariwisata lewat tiket pesawat patut dipertanyakan.
"Kenapa yang dijadikan target pungutan penumpang pesawat, kenapa bukan tamu hotel, tamu wahana wisata, ini aneh. Memangnya setiap penumpang pesawat orang kaya. Apakah patut untuk pendanaan program kementerian memungut ke masyarakat," kata Alvin.
Alvin menerangkan, tidak semua penumpang pesawat merupakan wisatawan. Kategori ini dinilai perlu dirinci. Misal, ucap Alvin, berbeda jika orang tersebut bepergian untuk kepentingan bisnis dan bepergian untuk mengunjungi tempat - tempat wisata.
"Tarik dana dari masyarakat bukan good governance, kalau programnya bagus pasti dibiayai APBN. Buat apa ada APBN kalau masih dari luar. Saya belum lihat Menteri Pariwisata programnya promosi di luar negeri seperti apa, bagaimana misalnya Danau Toba dipromosikan, Manado, dan Raja Ampat," imbuh Alvin.
Alvin juga menyoroti klaim soal meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia. Padahal, ucap Alvin, terminologi wisatawan berbeda dengan pelaku perjalanan lintas batas negara. Seharusnya, wisatawan dihitung dari berapa banyak yang mengunjungi tempat-tempat wisata. Dia menegaskan kembali rencana Pemerintah mengenakan iuran pariwisata harus ditolak.
"Wacana ini harus secara tegas kita tolak jangan diberi kesempatan untuk berkembang, akan menyusahkan orang banyak, peruntukkan seperti apa penggunaan seperti apa pengawasan seperti apa pertanggungjawabannya seperti apa. Saya melihat ini prinsip-prinsip pemerintahan yang baik diabaikan semua," terang Alvin.
Masih Dikaji
Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenko Maritim dan Investasi, Odo RM. Manuhutu mengatakan, wacana iuran pariwisata kepada penumpang pesawat masih dalam kajian.
Kajian tersebut mempertimbangkan berbagai faktor, seperti dampak ekonomi dan sosial.
Selain itu, kajian turut mempertimbangkan upaya untuk mendukung peningkatan target pergerakan wisatawan nusantara.
“Berbagai kebijakan terkait pariwisata berkualitas bertujuan untuk memberikan manfaat signifikan yang dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Upaya ini sekaligus mendukung Indonesia Emas 2045,” ujar Odo.
Lebih lanjut Odo menyampaikan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi terus berupaya mengembangkan dan meningkatkan pariwisata berkualitas di Indonesia.
Melalui Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI) Pemerintah menetapkan target pergerakan wisatawan nusantara sebanyak 1,25–1,5 miliar perjalanan pada 2024, dengan potensi pendapatan pariwisata sebesar Rp 3.000,78 triliun.