Karena dengan disamakannya status mereka sebagai pekerja, menurut Toyang maka hak-hak mereka dapat terlindungi.
"Harapan terutama buat pemerintah, biar kami ini sebagai ojol diakui status kami sebagai pekerja. Tuntutannya hanya diakui sebagai pekerja. Beri kami perlindungan hukum. Jaminan kepastian pendapatan. THR harus tiap tahun diberikan," kata dia.
"Karena sesuai pernyataan yang kemarin, Dirjen Ketenagakerjaan itu menyatakan kita itu sudah termasuk PKWT hubungan kerja di luar hubungan kerja. Berarti kan secara jelas pemerintah mengakui. Cuma, kami mendesak pemerintah segera membuat aturan-aturan buat Ojol," sambung dia.
Senada dengan Toyang, Trioyono dari Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (Serdadu) juga menuntut kesamaan status dengan pekerja.
Selama ini, kata dia, pihaknya telah mencoba membuka komunikasi dengan pemerintah maupun aplikator soal nasib mereka.
Namun menurutnya, negara seperti membiarkan, dan mendiamkan.
Akhirnya, mereka pun merasa dianaktirikan oleh negara dan dianggap sebagai warga negara kelas dua.
Selama ini, ia mengaku pihaknya telah tiga kali melakukan pertemuan dengan pemerintah.
Terakhir, kata dia, sekira sebulan lalu pihaknya telah menemui pihak Kementerian Ketenagakerjaan dan Kantor Staf Kepresidenan.
"Mereka juga berharap sebenarnya ojol ini bisa dimasukan ke dalam UI ketenagakerjaan karena sudah terhadap unsur. Tapi entah mengapa mereka juga katanya masih mengkaji, mengkaji, dan mengkaji tapi tidak pernah direalisasikan," kata dia.
"Fakta di lapangan kami ojol ini memang membutuhkan pendapatan layak, jaminan sosial, dan status kerja yang manusiawi, sistem kerja yang manusiawi," sambung dia.
Foto: Tribunnews.com/Gita Irawan
Serikat pengemudi ojek online (ojol) turun ke jalan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha Jakarta Pusat pada Rabu (1/5/2024).