Satu di antara faktor tersebut yaitu kondisi kesehatan keuangan perusahaan yang belum memadai serta penggunaan pabrik yang belum optimal.
"Operasional Kimia Farma menghadapi beberapa tantangan besar. Pertama, sejak berdiri, utilisasi pabrik hanya mencapai maksimal 40 persen. Ini adalah tantangan utama yang kita hadapi," ujar David saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI tentang BUMN Farmasi pada Rabu (19/06).
Alasan kedua adalah dampak dari operasional yang tidak efisien yang berdampak pada penjualan dari empat sektor utama perusahaan, yaitu obat generik, obat ethical (obat keras), over the counter (OTC), dan kosmetik.
“Nomor dua, dampak dari operasional yang tidak efficient, terdampak pada front commercial kita. Kalau Kimia Farma secara manufacturing, kita punya lini itu ada empat. Lini terbesar kita obat generik. Kemudian lini ethical, ethical pun di Indonesia tergolong generic branded, karena kita tidak pernah jadi pabrik inisiator, pada dasarnya generik juga. Lini ketiga adalah over the counter atau obat OTC, dan yang lini ke empat adalah kosmetik,” jelas David.
Ditambah lagi adanya beban dari bunga bank yang harus dibayarkan perseroan setiap tahun dengan cukup besar membuat KAEF menurut David mau tak mau melakukan efisiensi.
“Jadi tidak ngangkat untuk produk non generik, efisiensi (utilitas) di pabrik yang tidak baik, beserta bunga bank yang dari Rp4 triliun naik ke Rp8 triliun, sekarang sudah mulai turun ke Rp 7,2 triliun. Tapi beban bunga dengan kondisi yang kita hadapi setiap tahun bayar beban bunga saja sudah Rp662 miliar,” jabarnya.
Kemudian terkait kemungkinan lima pabrik ini akan masuk dalam skema divestasi, David mengatakan dirinya belum bisa menjelaskan lebih jauh terkait hal tersebut.
“Rasionalisasi harus dijalankan untuk melakukan efisiensi. Itu rasionalisasi, fasilitas yang kita miliki akan disesuaikan dengan kebutuhan yang kita perlukan. Itu akan kita tentukan berikutnya [divestasi], tapi paling nggak rasionalisasinya terjawab dulu,” tambahnya.
Meski begitu ia meyakinkan bahwa penutupan kelima pabrik tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Gak mungkin (tahun ini), karena tadi kalau rasionalisasi pabrik obat pengurusan izinnya aja bisa 2 tahun, ini akan berjalan dan gak mungkin tahun ini selesai,” katanya
Di kesempatan yang sama, Direktur Utama Bio Farma Group Shadiq Akasya mengatakan bahwa efisiensi fasilitas manufaktur yang dimiliki Kimia Farma merupakan bagian dari langkah re-orientasi bisnis.
"Dengan banyaknya pabrik di Kimia Farma sekarang itu ada 10 plant yang ada dan kita akan coba merencanakan untuk seamlining sampai dengan mungkin 3-5 tahun ke depan itu kita harapkan dengan lima pabrik saja sudah cukup jadi beberapa hal supaya optimalisasi dari pabrik ini lebih meningkat," terangnya.
Terkait nasib karyawan yang terdampak dari penutupan 5 pabrik itu, perseroan berjanji akan menjalankan langkah sesuai peraturan dan hukum yang berlaku.
Apindo Sebut Pengusaha Ancang-ancang PHK
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyebut, pelemahan nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp 16.400 per dolar AS sangat tidak kondusif bagi dunia usaha.