News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perubahan Iklim hingga Faktor Produksi Dinilai Jadi Alasan Pemerintah Impor Beras

Penulis: Erik S
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja membersihkan beras impor asal Vietnam milik Bulog di salah satu toko di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Selasa (28/1/2014). TRIBUNNEWS/HERUDIN


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam produksi dan konsumsi beras. Namun, meskipun memiliki potensi besar dalam pertanian, Indonesia masih harus mengimpor beras dari negara lain.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras Indonesia mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti krisis iklim, makin berkurangnya lahan pertanian dan kondisi tanah serta akses pengairan.

Produksi padi pada periode Januari-April 2024 turun 17,54 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu saat mencapai 22,55 juta ton.

Prof. Dr. Bustanul Arifin selaku Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), mengatakan perubahan iklim, berkurangnya lahan pertanian dan penurunan faktor produksi lainnya seringkali menghambat pencapaian target produksi.

"Adanya perubahan iklim, berkurangnya lahan pertanian dan penurunan faktor produksi lainnya seringkali menghambat pencapaian target produksi. Dibutuhkan sumber penyediaan lain sebagai solusi untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar," ujarnya, Sabtu (6/7/2024).

Tingkat konsumsi beras per kapita di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan negara lain. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menyebabkan permintaan beras terus meningkat.

Untuk mengatasi kesenjangan antara produksi dan konsumsi tersebut, impor beras diperlukan agar tidak terjadi kelangkaan yang dapat memicu kenaikan harga secara drastis.

Bayu Krishanmurti, Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), mengatakan impor beras dilakukan secara bertahap, tetap mengutamakan penyerapan gabah dan beras dalam negeri serta memperhatikan neraca perberasan nasional yang ada.

"Target kami tahun ini adalah menyerap sebesar 900 ribu ton beras melebihi target pemerintah,” kata dia.

Baca juga: DPR Didorong Gelar Pansus Selesaikan Skandal Impor Beras Bulog Rp 2,7 Triliun

Dalam melakukan impor beras pun, Perum Bulog juga telah memperhitungkan total biaya demurrage (denda bongkar muat) yang harus dibayarkan, biasanya tidak lebih dari 3 persen dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor.

Biaya demurrage, seperti halnya biaya despatch adalah konsekuensi logis dari mekanisme ekspor impor.

Pakar Pangan Tito Pranolo mengatakan, sebenarnya tidak lengkap membahas demurrage tanpa membahas despatch juga.

"Despatch adalah bonus yang diberikan karena bongkar barang terjadi lebih cepat, tentunya keduanya pernah dialami oleh Perum Bulog sebagai operator pelaksana penerima mandat impor beras dari pemerintah dan selama ini Perum Bulog tidak pernah membebani masyarakat karenanya," ujarnya.

Baca juga: Petani Masuki Panen Raya, Bulog Tetap Lakukan Impor Beras

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini