Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani membantah anggapan bahwa daya beli masyarakat Indonesia menurun.
Ia menjelaskan bahwa untuk menilai daya beli, perlu dilihat dari berbagai indikator.
"Indikator yang paling frequent yang kita lihat kan seperti consumer confidence, tapi itu mungkin basisnya di perkotaan," kata Sri Mulyani ketika ditemui di Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024).
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan: Deflasi 5 Bulan Terakhir Belum Bisa Disimpulkan Daya Beli Masyarakat Turun
Menurut dia, jika dilihat dari berbagai indeks, daya beli masyarakat masih tergolong tinggi dan aktivitas masyarakat tetap stabil.
"Apakah indeks kepercayaan konsumen atau indeks retail atau indeks purchasing, kita melihat masih pada level yang stabil dan tinggi. Artinya tidak ada koreksi yang tajam," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan persepsi tentang daya beli masyarakat seringkali dipengaruhi oleh studi soal kondisi kelas menengah.
Baca juga: Batalkan Saja, Wacana Pembatasan BBM Subsidi Akan Perburuk Daya Beli Masyarakat
Ia mengakui bahwa sebagian dari kelas menengah turun ke kelompok rentan. Namun, di saat yang sama, ada juga masyarakat miskin yang berhasil naik menjadi aspiring middle class.
"Dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator. Yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun," ucap Sri Mulyani.
Ia menekankan bahwa penurunan kelas menengah biasanya dipicu oleh inflasi. Dengan inflasi yang tinggi, garis kemiskinan juga naik, sehingga beberapa dari mereka terpaksa jatuh ke bawah.
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa secara keseluruhan, situasi masih konsisten, mengingat Indonesia tidak sedang berada pada kondisi inflasi yang tinggi, tetapi deflasi.
"Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah. Jadi kita melihat sekali lagi konsisten," pungkasnya.