TRIBUNNEWS.COM - Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet mengatakan, kekerasan oleh militer telah meningkat di seluruh Myanmar, Jumat (11/6/2021).
Menunjuk pada pembangunan militer yang dilaporkan di beberapa wilayah negara itu, Bachelet menyerukan militer segera menghentikan kekerasan untuk mencegah hilangnya nyawa yang lebih besar dan darurat kemanusiaan yang semakin dalam.
Menurut Bachelet, dalam sejak kudeta 1 Februari 2021 oleh militer, Myanmar telah berubah dari demokrasi yang rapuh menjadi bencana hak asasi manusia (HAM).
"Hanya dalam waktu empat bulan, Myanmar telah berubah dari demokrasi yang rapuh menjadi bencana hak asasi manusia," kata Bachelet dikutip dari Channel News Asia.
"Kepemimpinan militer sangat bertanggungjawab atas krisis tersebut," tambahnya.
Baca juga: Pesawat Militer Myanmar yang Bawa 16 Penumpang Jatuh di Kota Mandalay, 12 Orang Tewas
Baca juga: Junta Militer Myanmar Tuntut Aung San Suu Kyi atas Dugaan Korupsi: Dia Dinyatakan Bersalah
Diketahui, Kantor hak asasi manusia PBB pada Jumat (11/6/2021) mendapat laporan yang menunjukkan, setidaknya 860 warga sipil telah tewas dalam tindakan brutal oleh pasukan keamanan pada protes hampir setiap hari terhadap kudeta.
Pertempuran telah berkobar di beberapa komunitas, terutama di kota-kota dengan jumlah korban tewas yang tinggi di tangan polisi.
Beberapa penduduk setempat pun telah membentuk pasukan pertahanan.
Bachelet mengatakan, kekerasan meningkat di banyak bagian Myanmar, termasuk Negara Bagian Kayah, Negara Bagian Chin dan Negara Bagian Kachin.
Kekerasan yang sangat intens terjadi di daerah-daerah dengan kelompok etnis dan agama minoritas yang signifikan.
Pasukan keamanan terus menggunakan persenjataan berat, termasuk serangan udara, terhadap kelompok bersenjata dan terhadap warga sipil.
Menurut Bachelet, tidak ada upaya penurunan tindak kekerasan melainkan peningkatan pasukan di daerah-daerah utama oleh militer.
"Pasukan keamanan negara terus menggunakan persenjataan berat, termasuk serangan udara, terhadap kelompok bersenjata dan terhadap warga sipil dan objek sipil, termasuk gereja-gereja Kristen."
"Tampaknya tidak ada upaya ke arah de-eskalasi (penurunan kegiatan) melainkan peningkatan pasukan di daerah-daerah utama," sambung Bachelet.