News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin Marah Besar karena Amerika dan Sekutu Anggota NATO Kerap Berkhianat

Editor: Domu D. Ambarita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas pemadam kebakaran bekerja di sebuah bangunan tempat tinggal yang rusak di Koshytsa Street, pinggiran Kyiv, ibu kota Ukraina Kyiv. Militer Rusia diduga menembaki sasaran Jumat 25 Februari 2022. (Photo by GENYA SAVILOV/AFP)

Presiden Rusia Vladimir Putin merasa dikhianati Barat yang memperluas keanggotaan NATO ke timur. Barat setidaknya lima kali melanggar perjanjian lisan atau jaminan kepada Soviet:

  1.  31 Januari 1990, Menlu Jerman Hans-Dietrich Genscher, orang pertama memberikan jaminan tidak mengganggu Soviet. Dalam pertemuan para pemimpin NATO di Tutzing, Bavaria, Genscher mengatakan, “bahwa perubahan di Eropa Timur dan proses penyatuan Jerman tidak boleh mengarah pada ‘penurunan kepentingan keamanan Soviet’.
  2. 9 Februari 1990, saat membahas penyatuan Jerman, Menlu AS James Baker memberi jaminan kepada pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev: “tidak satu inci pun ke timur” ekspansi NATO.
  3. 10 Februari 1990, Kanselir Jerman Helmut Kohl, juga mengatakan kepada Gorbachev “secara alami NATO tidak dapat memperluas wilayahnya ke wilayah Jerman Timur saat ini”.
  4. 17 Mei 1990 di Moskwa, janji diulangi Sekretaris Jenderal NATO Manfred Wörner.
  5. Hingga 1991, jJanji tersebut terus disampaikan Barat.

 
 

Oleh Trias Kuncahyono, Wartawan Senior, mantan Wakil Pemimpin  Redaksi Harian Kompas. 

Trias Kuncahyono (tengah)

RUSIA telah memulai serangan militer terhadap Ukraina sejak Kamis, 24 Febrruari 2022. Serangan dilancarkan secara serentak lewat tiga matra: laut, darat, dan udara.
 
Moskwa mengatakan, tindakan dilakukan untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina dan melindungi Rusia.
 
Dan, Presiden Rusia Vladimir Putin dengan tegas memperingatkan negara-negara lain yang ikut campur akan “merasakan konsekuensi yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah.”

Baca juga: Mengupas Tiga Akar Masalah Krisis Rusia vs Ukraina, Presiden Putin Tidak Mau Kejayaan Soviet Hilang

 
Apapun alasan Putin, yang utama adalah “menyelamatkan” Ukraina agar tidak jatuh dalam “rumah” Barat, baik secara ekonomi (Uni Eropa) maupun militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
 
Sejak NATO didirikan pada tahun 1949, untuk mengkaunter agresi Uni Soviet di Eropa, aliansi militer ini kini beranggotakan 30 negara, termasuk tiga bekas republik Soviet: Estonia, Latvia, dan Lithuania (tiga negara Baltik).
 
Semula, NATO hanyalah beranggotakan negara-negara Eropa Barat dan AS serta Asia-Eropa, yakni Turki. Tetapi, sejak bersatunya Jerman (Barat dan Timur), 14 negara yang semula ada di bawah pengaruh atau satelit Uni Soviet (Rusia) dan bekas republik Soviet bergabung dengan NATO.
 
Pada tahun 1999, Polandia, Hungaria, dan Republik Czech menjadi anggota NATO. Lalu, tujuh negara Eropa Tengah dan Timur pada tahun 2004 bergabung: Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Slovakia, dan Slovania.

Baca juga: Kemlu Rilis Data Terbaru: Ada 153 WNI yang Berada di Ukraina, Sudah Dalam Safe House 

Mereka bergabung saat KTT NATO di Istanbul Turki, 2004. Lima tahun kemudian, 2009, Albania dan Kroatia menyusul. Montenegro, bergabung 2017. Yang terakhir menjadi anggota NATO adalah Makedonia, 2020.
 
Tahun lalu (2021), NATO secara resmi mengakui aspirasi—Bosnia dan Herzegovina, Georgia, dan Ukraina—untuk menjadi anggota.
 
Bergabungnya negara-negara yang sebelumnya adalah Blok Timur (Pakta Warsawa, dibubarkan tahun 1991) dan bagian Uni Soviet, segera meningkatkan ketegangan dengan Rusia.
 
Dengan bergabungnya negara-negara Eropa Timur, Baltik, dan bekas republik Uni Soviet, setelah 30 tahun Uni Soviet runtuh (1991), Rusia sekarang benar-benar terkepung secara keamanan.
 
Hampir semua negara di perbatasan sebelah barat dan Selatan sudah menjadi anggota NATO: Polandia, Slovakia, Hungaria, Romania, Estonia, Latvia, dan Lithuania.

Baca juga: Begini Sejarah Panjang Konflik Rusia dan Ukraina, Ada Peran AS dan NATO

 
Tinggal dua negara yang belum menjadi anggota NATO, yakni Belarusia dan Ukraina yang sama-sama sudah melakukan pendekatan.
 
Sementara satu negara lagi, yakni Moldava yang berbatasan dengan Ukraina di sebelah barat, memilih menjadi negara netral. Maka, bila Ukraina masuk ke Barat (mungkin disusul Belarusia walau sekarang pro-Mokswa dan oleh NATO dinilai masih ada persoalan berkait dengan HAM dan kebebasan.
 
Standar negara yang bisa menjadi anggota NATO antara lain melaksanakan pemilu terbuka, kontrol sipil atas militer, eleminasi konflik etnis dan nasional), Rusia akan benar-benar terkepung secara militer dari mana-mana, termasuk dari barat-daya, yakni Turki yang menjagai Selat Bosporus, pintu keluar masuk kapal-kapal Rusia dari Laut Hitam ke Laut Tengah.
 
Rusia Merasa Dikhianati
Rusia merasa dikhianati Barat yang memperluas keanggotaan NATO ke timur. Putin mengingatkan jaminan Barat untuk tidak memperluas NATO ke Timur.
 
Jaminan itu disampaikan Menlu AS James Baker kepada pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada tanggal 9 Februari 1990, saat membahas penyatuan Jerman.

Baca juga: Presiden China Xi Jinping Desak Putin Selesaikan Konflik dengan Ukraina, Lewat Negosiasi Seimbang

 
Kata Baker, “tidak satu inci pun ke timur” ekspansi NATO. Jaminan itu kepada Gorbachev dan para pejabat Soviet lainnya oleh pemimpin Barat. (Arsip Keamanan Nasional di Universitas George Washington).
 
Arsip tersebut mengungkapkan bahwa Baker tidak hanya sekali mengatakan formula “tidak satu inci pun ke timur”, tetapi tiga kali.
 
Baker setuju dengan pernyataan Gorbachev bahwa “ekspansi NATO tidak dapat diterima.”
 
Ia meyakinkan Gorbachev bahwa “baik Presiden maupun saya (Baker) tidak bermaksud untuk mengambil keuntungan sepihak dari proses yang sedang berlangsung.”
 
Dan Amerika memahami bahwa “tidak hanya untuk Uni Soviet tetapi juga untuk negara-negara Eropa lainnya, penting untuk memiliki menjamin bahwa jika Amerika Serikat mempertahankan kehadirannya di Jerman dalam kerangka NATO, tidak satu inci pun yurisdiksi militer NATO saat ini akan menyebar ke arah timur.”
 
Hari berikutnya, 10 Februari 1990, Kanselir Jerman Helmut Kohl, juga mengatakan kepada Gorbachev “secara alami NATO tidak dapat memperluas wilayahnya ke wilayah Jerman Timur saat ini”.
 
Janji itu diulangi Sekretaris Jenderal NATO Manfred Wörner pada 17 Mei 1990 di Moskwa. Yang pertama memberikan jaminan adalah Menlu Jerman Hans-Dietrich Genscher.
 
Pada tanggal 31 Januari 1990, dalam pertemuan para pemimpin NATO di Tutzing, Bavaria, Genscher mengatakan, “bahwa perubahan di Eropa Timur dan proses penyatuan Jerman tidak boleh mengarah pada ‘penurunan kepentingan keamanan Soviet’.
 
Oleh karena itu, NATO harus mengesampingkan ‘ekspansi’ ke arah timur, yaitu memindahkannya lebih dekat ke perbatasan Soviet. Janji tersebut terus disampaikan Barat pada tahun 1991.
 
Barat memang telah berjanji pada Rusia. Akan tetapi, jaminan itu hanyalah lisan, tidak ada jaminan tertulis tentang batas-batas ekspansi NATO.
 
Pada Maret 1991, John Major, misalnya, ditanya oleh menteri pertahanan Soviet, Marsekal Dmitry Yazov, tentang minat Eropa timur untuk bergabung dengan NATO.
 
Major, menurut buku harian duta besar Inggris untuk Moskow, Rodric Braithwaite, meyakinkannya bahwa "hal seperti itu tidak akan pernah terjadi”. (The Guardian, 12 Januari 2022).
 
Karena itu, sekarang ini Putin merasa telah dikhianati NATO. Sebab, kenyataanya setelah penyatuan Jerman, 14 negara yang sebelumnya ada di bawah “sayap-sayap” Rusia, bergabung dengan NATO.
 
Semua langkah NATO itu secara umum ditafsirkan Moskwa sebagai ancaman terhadap Rusia, yang benar-benar terkepung. Bukan hanya Putin yang merasa dikhianati.
 
Tahun 1993, Boris Yeltsin kepada Bill Clinton sudah mengatakan hal yang sama. Dalam suratnya kepada Clinton, Yeltsin menyatakan, perluasan lebih lanjut NATO ke arah timur melanggar semangat perjanjian 1990.
 
Tetapi, menurut sejarawan Mary Elise Sarotte, dalam bukunya Not One Inch: America, Russia, and the Making of the Cold War Stalemate, tuduhan pengkhiatan itu secara teknis tidak benar, tetapi memeliki kebenaran psikologis.
 
Sekarang, tidak ada pilihan lain bagi Rusia kecuali masuk ke Ukraina—yang diberi jalan oleh pernyataan merdeka Donetsk dan Luhansk yang pro-Rusia—untuk mencegah Ukraina jatuh ke Barat.
 
Rusia, menginginkan agar Ukraina tetap ada di bawah kekuasaannya, di bawah sphere of influence-nya atau sekurang-kurangnya menjadi negara netral.
 
Sebagai catatan terakhir menarik pendapat Andrei P. Tsygankov (2018), di mata Rusia, ofensif militer NATO itu digunakan untuk tujuan yang lebih besar, yakni membongkar rezim politik dan sistem nilai Rusia.
 
Peradaban Barat berpusat pada sistem politik kompetitif dan individualisme; sedangkan Rusia dan masyarakat non-Barat terus bergantung pada otoritas eksekutif yang sangat terkonsentrasi. Dengan demikian, posisi Putin menjadi sasaran. (*)
 
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sebelum Pintu Ditutup" https://www.kompas.com/global/read/2022/02/26/061000870/sebelum-pintu-ditutup?page=all#page2.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini