News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Protes Pro-Rusia Pecah di Jerman, Massa Tolak Diskriminasi dan Singgung Perang Ukraina

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Seorang pengendara sepeda melewati sebuah bangunan yang hancur di kota Borodianka, barat laut Kyiv, pada 6 April 2022. Pengunjuk rasa pro-Rusia melakukan aksi protes di Jerman pada Minggu (10/4/2022).

TRIBUNNEWS.COM - Pengunjuk rasa pro-Rusia melakukan aksi protes di Jerman pada Minggu (10/4/2022).

Massa, yang merupakan penduduk berbahasa Rusia, menuntut diakhirinya diskriminasi yang terjadi sejak perang dimulai di Ukraina.

Dilansir SCMP, Jerman merupakan rumah bagi 1,2 juta orang asal Rusia. 

Sedangkan hanya sekitar 325.000 penduduk Ukraina yang tinggal di negara ini.

Pihak berwenang khawatir, konflik di Ukraina akan merembet ke Jerman dan protes digunakan untuk mempromosikan narasi perang Moskow.

Baca juga: Zelenskyy Sebut Jerman Kini Dukung Ukraina terkait Sanksi terhadap Rusia

Baca juga: Slovakia Siap Beri Bantuan Sistem Pertahanan Udara S-300 ke Ukraina

Penduduk Kharkiv berlindung dari serangan di stasiun metro Kharkiv pada 10 Maret 2022. - Moskow mengatakan pada 10 Maret 2022, bahwa mereka akan membuka koridor kemanusiaan setiap hari untuk mengevakuasi warga sipil yang melarikan diri dari pertempuran di Ukraina ke wilayah Rusia, meskipun Kyiv bersikeras bahwa tidak ada evakuasi rute harus mengarah ke Rusia. (Photo by emre caylak / AFP) (AFP/EMRE CAYLAK)

Polisi Jerman telah mencatat sedikitnya 383 pelanggaran anti-Rusia dan 181 pelanggaran anti-Ukraina, sejak invasi Kremlin diluncurkan pada 24 Februari lalu.

Sekitar 800 orang turun ke jalanan di Frankfurt, pusat keuangan Jerman, pada Minggu (10/4/2022).

Dilaporkan Agence France-Presse, massa membawa bendera Rusia dan menyuarakan perlawanan untuk "kebencian dan pelecehan".

Namun para pengunjuk rasa ini kalah jumlah dengan 2.500 orang yang melakukan demo untuk mendukung Ukraina.

"Saya datang ke sini karena saya mendukung perdamaian," kata seorang demonstran, Ozan Yilmaz (24).

"Anak-anak dipukuli di sekolah karena mereka berbicara bahasa Rusia, itu tidak dapat diterima."

Warga Rusia lainnya, Sebastian (25), juga berada di barisan pro-Moskow.

"Perang tidak dimulai tahun ini," katanya.

"Itu telah berlangsung sejak 2014 dan jadi saya menemukan bahwa berbicara tentang serangan (terhadap Ukraina oleh Rusia) tidak benar-benar tepat," imbuhnya.

Polisi membuat barisan besar untuk memisahkan para pengunjuk rasa yang berbaris di belakang spanduk "Kebenaran dan keragaman pendapat atas PROPAGANDA" dari massa pro-Ukraina, di dekat distrik bank sentral kota.

Duta Besar Ukraina untuk Jerman, Andriy Melnyk menyayangkan izin yang diberikan kepada demonstran pro-Rusia oleh otoritas Jerman.

Ia menyebutnya sebagai "aib besar" bagi negara.

Melnyk juga mengatakan, insiden ini adalah "deklarasi kegagalan" untuk kebijakan pemerintah, yang dia pandang ambivalen terhadap Moskow.

Sekitar 600 demonstran menggelar konvoi mobil di kota utara Hanover menyusul seruan dari komunitas berbahasa Rusia, kata polisi setempat.

Sementara 200 orang ambil bagian dalam demonstrasi di Osnabruck, barat laut Jerman.

Polisi mengaku telah mengawasi konvoi tersebut dengan cermat.

Petugas polisi memblokir akses ke Lapangan Merah selama protes terhadap invasi Rusia ke Ukraina di Moskow tengah pada 2 Maret 2022. (Kirill KUDRYAVTSEV / AFP)

Baca juga: Zelenskyy Sebut Jerman Kini Dukung Ukraina terkait Sanksi terhadap Rusia

Baca juga: Sanksi Terus Bertambah, Uni Eropa Memutus Rusia dari Layanan Cryptocurrency

Demonstrasi balasan di kota di bawah spanduk "Dukung Ukraina!" menarik 3.500 orang, menurut polisi.

Protes serupa diadakan pada Sabtu di Stuttgart dan di kota utara Lubeck, di mana sekitar 150 orang ambil bagian.

Polisi Lubeck mengatakan telah menghentikan konvoi sekitar 60 kendaraan karena melanggar hukum dengan menyatakan dukungan untuk "perang agresi Rusia melawan Ukraina" dan menggunakan "simbol terlarang".

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini