TRIBUNNEWS.COM - Majelis parlemen Jerman meloloskan undang-undang darurat untuk mengaktifkan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara.
Ini dilakukan pemerintah Jerman untuk menanggulangi kekurangan gas karena pembatasan yang dilakukan Rusia.
Dilansir Guardian, langkah ini oleh Menteri Ekonomi Robert Habeck disebut "menyakitkan tapi perlu".
Pengaktifan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara mendapat dukungan dari Partai Hijau, yang menilai bahwa langkah tersebut diperlukan dalam menghadapi krisis jangka pendek.
Persetujuan akhir diberikan majelis tinggi parlemen pada Jumat (8/7/2022), disahkan bersama dengan paket langkah-langkah untuk meningkatkan perluasan energi terbarukan.
Namun kebijakan ini dipandang aktivis lingkungan kurang tepat.
Baca juga: Kanselir Jerman Terkejut dan Sangat Berduka Mendengar Shinzo Abe Tewas Tertembak
Kembalinya penggunaan energi sarat polusi itu dianggap kompromi yang terlalu jauh dan bahwa Jerman berada dalam bahaya kehilangan bahkan target iklim yang paling mendasar sekalipun.
Sebelum konflik Ukraina, Jerman berencana menghapus batubara secara bertahap pada tahun 2030 karena jauh lebih intensif karbon daripada gas.
Jerman sendiri sangat bergantung pada gas alam dari Rusia.
Namun dengan minimnya pasokan saat ini, Jerman harus rela menghidupkan kembali tenaga batu bara yang sempat dihentikan.
Langkah-langkah tersebut dimaksudkan untuk membantu melepaskan ketergantungan Jerman dari gas Rusia, membuatnya kurang terbuka terhadap pemerasan, dan untuk melestarikan pasokan energi sebelum musim dingin, menggunakan batu bara untuk menghasilkan listrik, bukan gas, yang perlu disimpan untuk berbagai proses industri.
Para elite industri menyambut baik langkah ini pada Jumat.
Dalam sebuah pernyataan, Federasi Industri Jerman (BDI) menyebut keputusan itu "lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali".
"Politik dan ekonomi harus segera menggunakan bulan-bulan musim panas untuk menghemat gas, untuk memastikan fasilitas penyimpanan penuh menjelang musim panas mendatang."