TRIBUNNEWS.COM - Donlad Trump selama menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat ternyata pernah memberi perintah kepada Badan Intelijen Pusat (CIA) untuk menyebarkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah China melalui media sosial.
Menurut pernyataan 3 mantan pejabat AS, atas perintah Trump, CIA kemudian membentuk tim kecil.
Tim kecil tersebut lalu bertugas dengan menggunakan profil dan identitas palsu untuk menyebarkan pesan-pesan yang meremehkan pemerintahan Xi Jinping.
Termasuk klaim bahwa Partai Komunis menyembunyikan uang kotor di luar negeri dan secara boros mendanai proyek-proyek pembangunan di negara lain, dikutip dari The Daily Best.
Tidak hanya itu, mereka juga membocorkan informasi intelijen yang meremahkan ke outlet berita luar negeri.
Reuters melaporkan aksi yang dilakukan CIA atas perintah Trump ini terjadi pada tahun 2019.
Namun belum pernah terungkap hingga saat ini.
Meskipun para pejabat AS menolak memberikan rincian spesifik mengenai operasi ini, mereka mengklaim narasi yang meremehkan tersebut didasarkan pada fakta walaupun secara diam-diam dirilis oleh agen intelijen dengan kedok palsu.
Sementara itu, juru bicara CIA, Chelsea Robinson juga turut menolak mengomentarai keberadaan program pengaruh, tujuan atau pun dampak dari program Trump ini.
Setelah pemerintahan Trump berakhir, program ini masih belum jelas masih dilanjutkan pada pemerintahan Biden atau tidak.
Hal tersebut terlihat dari langkah juru bicara Dewan Keamanan Nasional pemerintah Biden yang tidak ingin memberikan komentar apa pun terkait program ini.
Namun dua sejarawan intelijen mengatakan, ketika Gedung Putih memberikan otoritas tindakan rahasia kepada CIA, melalui perintah yang dikenal sebagai temuan presiden, hal ini sering kali tetap berlaku di seluruh pemerintahan.
Baca juga: Persaingan Makin Kasar, Duo Capres Biden dan Trump Hanya Ingin Saling Menjatuhkan Bukan Pencitraan
Langkah yang dilakukan Trump ini tentunya membuat China marah.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan apa yang dilakukan CIA ini menunjukkan betapa jahatnya pemerintah AS dalam menggunakan sosial media.