Mohammed Aziz, 10 tahun, tinggal bersama kakak perempuannya yang sudah menikah di salah satu sekolah yang dikelola PBB di Jabalia, Gaza utara.
Ia kehilangan orang tuanya dan salah satu saudara laki-lakinya.
Kota kecil tersebut, yang sebagian besar merupakan kamp pengungsi, telah dibom secara besar-besaran oleh Israel, hingga menyebabkan banyak korban jiwa.
“Sebagian besar anak-anak di sekitar saya memiliki orang tua, dan saya merindukan ayah dan ibu saya,” kata Mohammed kepada The National.
"Ibu saya dulu mengajak saya membeli baju baru untuk Idul Fitri, tapi sekarang tidak ada Idul Fitri."
Selama bulan pertama perang, Mohammed pergi membeli kentang untuk ibunya ketika rumah mereka hancur.
Orang tua serta saudara laki-lakinya terbunuh dalam serangan udara Israel itu.
Kakak perempuannya mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibu mereka, tetapi ia juga kesulitan karena merindukan keluarga mereka di saat-saat sulit ini.
Hanneen Hinawi, 35, pengungsi dari Kota Gaza dan sekarang tinggal di tenda di Rafah, mengatakan anak-anaknya memahami bahwa mereka sedang mengalami masa-masa sulit.
Keluarganya paham bahwa tidak akan ada perayaan Idul Fitri di wilayah kantong tersebut tahun ini.
“Saya membelikan biskuit Idul Fitri untuk mereka, karena mereka menyukainya dan ingin memakannya pada hari pertama setelah Ramadhan, seperti yang selalu mereka lakukan,” kata Hinawi kepada The National.
Baca juga: Ahli: Israel Mundur dari Khan Younis karena Kewalahan Hadapi Brigade Al-Qassam, Pilih Serangan Udara
“Idul Fitri adalah saat berkumpulnya keluarga, anak-anak bermain di taman, memberi mereka uang, dan membeli mainan, namun mereka telah merampas kebutuhan dasar kita.”
Hinawi, yang tinggal di tenda bersama suami dan dua anaknya, terpisah dari keluarganya.
Anak-anaknya tidak bertemu dengan sepupu mereka selama enam bulan.