Samouni pulang ke rumah di Gaza, mengenang penyiksaan Israel selama berbulan-bulan saat menjadi tawanan. Adik-adiknya masih ditahan oleh Israel, sementara dia pulang dalam keadaan kelelahan dan kesakitan setelah berbulan-bulan disiksa.
TRIBUNNEWS.COM, GAZA - Faraj al-Samouni (39 tahun) duduk di tenda di kamp darurat di Deir el-Balah, Gaza, dikelilingi oleh keluarganya yang hampir tidak percaya dia masih hidup setelah berbulan-bulan jadi tawanan Israel.
"Saudara-saudara saya tidak mengenali saya saat saya dibebaskan," katanya.
Tubuhnya semakin mengecil, ia kehilangan 30 kg (66 pon) selama ditawan, 30 persen dari berat tubuhnya.
Hal itu tidak menjadi masalah bagi ibunya, Zahwa, 56 tahun, yang duduk berseri-seri di sampingnya menyambut pengunjung.
Banyak dari pengunjung itu adalah keluarga tahanan lain yang mencari informasi tentang kerabat mereka yang ditahan.
Faraj menghabiskan lebih dari enam bulan dalam tahanan setelah ia dan kedua saudaranya ditangkap saat berjalan menyusuri apa yang disebut “koridor aman” pada tanggal 16 November dalam perjalanan mereka ke selatan Gaza.
Pada bulan Desember, Al Jazeera berbicara kepada Zahwa dan saudara perempuan sekaligus istrinya Zeenat tepat setelah Faraj dan saudara-saudaranya Abdullah, 24 tahun, dan Hamam, 16 tahun, diculik.
Abdullah dan Hamam, yang merupakan putra Zeenat, masih ditahan, dan nasib mereka tidak diketahui.
Disiksa, diinterogasi, dan dibiarkan kelaparan
"Saya terkejut ketika ditangkap. Saya seorang petani dan tidak punya kegiatan politik," kata Faraj.
“Saya berjalan melalui koridor aman bersama istri dan anak-anak saya, sambil menggendong putri saya. Tentara Israel memanggil Abdullah, Hamam kesal, dan tentara Israel pun memanggilnya,” kenang Faraj.
“Saya kesal dan protes karena mereka menangkap saudara-saudara saya, jadi mereka memergoki saya," ujarnya.
"Abu blousa hamra [pria berbaju merah], kemarilah,” Faraj menirukan ucapan tentara Israel kepadanya saat ditangkap.