Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin membantah kabar yang menyatakan bahwa pihak Istana melakukan intervensi dalam verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024.
Dugaan itu sebelumnya diungkap oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih dalam rapat di Komisi II DPR.
Selama ini, menurut Ma'ruf, pihak Istana kerap mendapatkan tudingan melakukan intervensi.
Baca juga: Yusril: Jika KPU RI Benar-benar Lakukan Verifikasi Faktual, Tak Ada Partai Politik yang Akan Lolos
"Saya kira sudah dijawab oleh presiden, istana, enggak ada itu, hanya kalau terjadi apa-apa alamatnya ke istana, padahal istana tidak pernah ikut campur ya," tutur Ma'ruf di Istana Wapres, Jln Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Ma'ruf mengatakan penyelenggaraan Pemilu merupakan kewenangan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sehingga Pemerintah tidak bisa melakukan intervensi terhadap penyelenggaraan pemilu.
"Itu presiden sudah menegaskan tuh nggak ada intervensi istana, itu kewenangan KPU. Itu penuh soal Pemilu sudah ada lembaganya dan kalau ada yang merasa kan ada badan pengawasnya itu disampaikan," kata Ma'ruf.
Diberitakan sebelumnya Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, Rabu (11/1/2023).
Baca juga: RDP dengan DPR, Koalisi Pemilu Bersih Beberkan Dugaan Kecurangan Saat Tahapan Verifikasi Parpol
Pada rapat tersebut, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Hadar Nafis Gumay membeberkan dugaan kecurangan saat tahapan verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024.
Sembari menjelaskan lewat bukti tangkapan layar pesan, Hadar mengungkapkan dugaan kecuraan hingga intimidasi yang diperoleh anggota KPU di daerah.
"Itu memuat ini adalah untuk Partai Gelora yang tadi dilakukan sekitar tanggal 5 tanggal 6 sekian banyak di 24 provinsi, sekian banyak yang belum memenuhi syarat," kata Hadar di Ruang Rapat Komisi II DPR, Senayan, Jakarta.
"Kemudian yang di bagian kanan itu di gambar 5 ditulis 'mohon dibantu'. Jadi ini ada permintaan atau instruksi atau desakan tetapi kemudian menarik dijawab dan 'apa ini tidak berbahaya bagi lembaga KPU'," imbuhnya.
"Jadi ada teman di provinsi yang merespons mengingatkan tapi kemudian ketua KPU menjawab 'siap dipahami begitu saja'," katanya lagi.