Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Metode pemungutan suara melalui pos yang kemungkinan digunakan untuk pemilih di Hong Kong dan Makau punya potensi kerawanan.
Dalam prosesnya, surat suara ini dikirim ke alamat pemilih yang sudah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DCT).
Baca juga: Bawaslu Ingatkan Kontestan Jangan Langgar Pasal 280 UU Pemilu: Sanksinya Pidana
Sesudah dicoblos surat suara dikirimkan kembali melalui pos untuk diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Memang tantangan pos dia belum tentu balik. Belum tentu kita kirimkan terus orang mengirimkan balik itu menjadi salah satu tantangannya," ujar Lolly kepada awak media di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (28/11/3023).
Baca juga: Bertepatan Tahun Baru Cina, Pemungutan Suara di Hong Kong dan Makau Gunakan Metode Pos
Lolly menjelaskan, metode pos dilakukan dengan melibatkan instansi di negara setempat. Dalam hal pengawasan Bawaslu harus memastikan apakah nama-nama calon pemilih tidak hilang.
"Lalu dipastikan proses pengiriman dan distribusinya," jelasnya.
Lebih lanjut, kerahasiaan dalam proses pemilihan dengan metode pos juga menjadi objek pengawasan Bawaslu. Hal ini juga jadi tantangan pihaknya mengingat adanya aturan yang berlaku di negara setempat.
Lolly pun membenarkan dalam segala prosesnya, metode pemungutan suara menggunakan metode pos ini berpotensi Kerawanan.
"Apakah ada potensinya? Ada. Apakah besar? Ya tentu besar. Maka kami memastikan tidak boleh itu nanti karena akan dibuka secara bersamaan. Nanti kita lihat salah satunya memastikan bahwa itu tidak pernah dibuka," tuturnya.
Lolly menyampaikan, pada Pemilu 2024, pihaknya bakal menempatkan petugas untuk mengawasi secara khusus pemungutan suara melalui pos. Ini hal yang tidak dilakukan pada 2019.
Namun, rekrutmen pengawas itu baru dilakukan 23 hari sebelum hari pemungutan suara, sesuai ketentuan.
"Nanti perwakilannya terkoordinasi di kantong-kantong spesifik," ujar Lolly.
Baca juga: Bawaslu: Sanksi Pidana Menanti Jika Anak-anak Dilibatkan Kampanye Pemilu
Sebagaimana diketahui, pemungutan suara di Hong Kong dan Makau bakal sepenuhnya menggunakan metode pos.
Hal ini lantaran KPU tidak mendapatkan izin dari pihak otoritas setempat untuk mendirikan tempat pemungutan suara (TPS).
Pihak pemerintah Tiongkok hanya memberi izin proses pemungutan suara dilangsungkan di gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) yang berada di Causeway Bay, Hong Kong.
Sementara menurut KPU, gedung KJRI dinilai tidak memungkinkan untuk didirikannya TPS karena faktor keamanan dan keselamatan.
"Oleh karena itu maka Pemilu 2024 akan dilakukan dengan metode pos," kata Anggota KPU RI, Idham Holik saat dikonfirmasi, Selasa (28/11/2023).
Bertepatan Suasana Tahun Baru Cina, Pemungutan Suara di Hongkong dan Makau Gunakan Metode Pos
Adapun tidak boleh adanya pendirian TPS di Hongkong dan Makau adalah karena saat hari pemungutan suara, 13 Februari 2024, masih dalam suasana libur tahun Baru Cina yang jatuh pada 10 Februari 2024.
Sebagai informasi, proses pemungutan suara di luar negeri satu hari lebih dulu dibandingkan di Indonesia.
“Izin dari Pemerintah Tiongkok hanya diperuntukan TPS luar negeri dalam premis KJRI,” jelas Idham.
Tercatat total DPT Pemilu 2024 di Hongkong dan Makau berjumlah 164.691 orang.
Dengan TPS yang terpusat di KJRI, pihak KPU khawatir bakal menyebabkan kemacetan mengingat luas area gedung dan padatnya kawasan kota Hong Kong.
“Jika ada TPS LN di lokasi gedung KJRI berpotensi akan ada antrian yang panjang mengular ke jalan utama kota Hong Kong,” tutur Idham.
“Karena luas area gedung di Hong Kong pada umumnya sempit, efek padatnya kota tersebut,” tambahnya menegaskan.