TRIBUNNEWS.COM - Kejadian salah ucap Gibran Rakabuming Raka pada beberapa waktu lalu masih menjadi sorotan.
Sebelumnya, pasangan capres Prabowo Subianto itu salah menyebut istilah asam folat menjadi asam sulfat dalam sebuah acara membahas ibu hamil.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai beberapa kesalahan cawapres Gibran merupakan imbas dari ketidakpekaan Gibran terhadap posisinya sebagai cawapres.
"Artinya, Gibran tidak peka dengan statusnya sebagai cawapres yang seharusnya lebih banyak lagi membaca, termasuk mengoreksi naskah dari staf-nya," katanya.
Dedi mengungkapkan ada indikasi bukan sekadar salah ucap sebab hal itu tidak terjadi satu kali.
"Statement Gibran kalau dilihat terjadi berulang, maka itu bukan kesalahan ucapan, tetapi itu besar kemungkinan hafalan," lanjutnya.
Menurutnya, sikap Gibran yang apa adanya menghafal bisa menjadi tanda dari dua persoalan.
"Pertama, Gibran memang tidak memperdulikan kualitas dirinya karena meyakini punya perlindungan sebagai putra presiden. Kedua, Gibran optimistis atau sudah mengetahui jika dirinya tetap akan menang meskipun publik mengenali kapasitasnya yang buruk," ucapnya.
Baca juga: Melihat Gagasan Capres-Cawapres, Mengatasi Persoalan Penegakan Hukum di Indonesia
Sementara itu, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nurhayati mengatakan, Gibran Rakabuming belum memiliki kecakapan dalam komunikasi publik.
“Iya ini sebenarnya kecerobohan komunikasi publik yang semestinya ada kalkulasi dalam menyampaikan frasa dan diksi kepada publik apalagi ini menyangkut hal yang sangat krusial,” ujar Neni Rabu (6/12/2023).
“Gibran bukan hanya memiliki tim riset tetapi juga tim yang bisa mengelola komunikasi publik agar kesalahan yang fatal tidak kembali terulang,” tegas Neni.
Karena itu, untuk mendorong peningkatan kapasitas Gibran juga pemenuhan hak masyarakat mendapatkan informasi terhadap paslon yang akan mereka pilih, maka debat Cawapres harus dikembalikan.
“Nah makanya debat cawapres mau tidak mau harus dilakukan mengingat ada urgensi yang kuat bagaimana masyarakat kita juga melihat aspek kapasitas dan kapabilitas calon, sejauh mana juga memahami permasalahan kebangsaan dan dapat menawarkan solusi yang konkrit,” jelas Neni.
Neni kembali menegaskan, bahwa konteks blunder adalah saat Gibran mengomentari masalah stunting, hal yang seharusnya cukup dikuasai sebagai Walikota Solo.