Beberapa diantara video TikTok itu memperlihatkan Anies saat sedang menjawab pertanyaan atau berpidato di acara publik tetapi ada juga video-video yang dikemas dengan gaya santai atau bahkan menggunakan unsur yang sedang populer di aplikasi tersebut.
Salah satunya menggunakan audio ‘gwenchana’ yang kerap kali dibarengi dengan video orang menangis tersedu-sedu.
Dalam video tersebut, ia dan calon wakilnya, Muhaimin Iskandar, berdiri di atas kerumumnan massa dan terlihat ceria namun ‘menahan rasa sakit’.
Baca juga: Jargon Gemoy dan Joget Dikritik, TKN: Itu Orang Bahagia, Kalau Orang Marah Mulu Berarti Frustasi
Adapula sebuah unggahan TikTok yang paling banyak ditonton yaitu video yang memperlihatkan Anies ‘bermain selepet sarung’ bersama Muhaimin saat berkunjung ke pesantren.
Muhaimin tengah menjelaskan ‘tiga fungsi sarung’ dalam santri, sebelum menyelepet Anies sambil tertawa iseng.
Muncul pula foto Muhaimin Iskandar menonton langsung konser grup musik Coldplay di GBK Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut peneliti BRIN, Nina Andriana, citra yang ingin dibangun tim Anies adalah citra yang identik dengan intelektualitas yang membumi dan juga tidak ketinggalan zaman.
“Packaging intelektual yang berpikir secara teratur berdasarkan pengalaman, itu yang saya baca, branding itu yang sedang dibangun oleh timnya Pak Anies,” kata Nina dikutip dari BBC Indonesia.
Berdasarkan data dalam Meta Ad Library, iklan-iklan media sosial yang berasal dari akun-akun yang terafiliasi dengan Anies ataupun Anies-Muhaimin (Amin), di antaranya Unboxing Anies, Aksi Tanggap Anies dan Suara Anies, membutuhkan biaya Rp1,05 miliar.
Juru bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian, mengaku bahwa akun-akun tersebut merupakan media sosial yang dibuat oleh para relawan pendukung Anies, bukan tim kampanye.
“Sejauh ini dari tim kampanye memang belum investasi ke media sosial, itu hitungannya kalau sebulan itu sebelum kampanye terbentuk. Tapi memang justru kita mendorong orang-orang massa organik untuk munculkan konten sendiri,” jelasnya.
Melainkan, kata Angga, saat ini tim kampanye masih memfokuskan anggaran mereka pada media konvensional seperti papan iklan, baliho, iklan TV dan liputan media arus utama untuk mempromosikan pasangan Anies-Muhaimin.
Sebab, menurut dia, banyak masyarakat di daerah yang belum terjangkau media sosial. Sehingga, sesuatu yang viral di media sosial atau menerima banyak dukungan dari netizen, tidak menjamin kemenangan suara.
Meski begitu, ia mengatakan bahwa media sosial menjadi sarana yang penting untuk dipertimbangkan dalam masa kampanye menuju Pilpres 2024. Hanya saja, hal itu belum menjadi fokus utama.