TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Elektabilitas Prabowo dan Gibran Rakabuming terus menanjak, meninggalkan dua pasangan pesaing mereka.
Dalam survei terbaru yang dirilis Indikator Politik Indonesia Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, unggul dengan angka 46,7 persen.
Bagi sebagian pihak, tren positif paslon nomor urut 2 ini terbilang "unik" lantaran banyak dihujani kritik isu politik dinasti, yang dikaitkan keberhasilan Gibran menjadi cawapres karena "campur tangan" Mahkamah Konstitusi.
Ada yang menyebut gaya kampanye Prabowo Subianto mirip dengan Presiden Filipina, Ferdinand "Bongbong" Romualdez Marcos Jr yang memenangkan Pilpres di negara itu pada tahun 2022 lalu.
Seperti diketahui, joget gemoy Prabowo menjadi fenomena politik saat ini.
Fenomena 'gemoy' yang menjadi brand politik Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ini dinilai mirip dengan yang terjadi di Pemilu Filipina 2022 lalu.
Misalnya, dalam sebuah acara bertajuk “Unity Concert” yang digelar di St. Vincent Ferrer Prayer, Bongbong menutup masa kampanye dengan berjoget di atas panggung.
Aksi itu kemudian diviralkan di media sosial Tiktok
“Model-model kampanye yang mirip-mirip dengan kasus di Filipina. Bongbong Marcos yang anaknya Ferdinand Marcos, otoritarian semacam Orde Baru dulu, bisa come back karena memanipulasi," Juru Bicara Timnas Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Surya Tjandra, beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, Bongbong Marcos adalah Presiden Filipina yang mulai menjabat sejak 30 Juni 2022.
Dia adalah putra dari Presiden Filipina Ferdinand E. Marcos yang digulingkan dari kekuasaannya melalui people power pada 1986.
Bongbong dan timnya mengemas informasi baru yang menyebut rezim Marcos Sr yang terkenal korup dan penuh pelanggaran HAM sebagai zaman keemasan Filipina.
Sehingga, dengan memilih Bongbong, maka masa tersebut akan terulang kembali.
Banyak pihak di Indonesia yang menduga hal itu juga yang akan "dijual" Prabowo lantaran pemilih Indonesia yang didominasi Gen Z belum lahir ketika tumbangnya Era Orde Baru