Saat itu, Adian Napitupulu bersama para aktivis lain mendirikan posko Pemuda Mahasiswa Pro Megawati untuk memberikan dukungan usai penyerbuan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996.
Organisasi itu merupakan satu-satunya yang berasal dari non-PDI yang memberikan dukungan kepada Megawati.
Dukungan tersebut ditunjukkan dengan menggalang massa untuk melakukan aksi solidaritas yang pertama dilakukan pada 28 Oktober 1996 di Gedung Sumpah Pemuda.
Baca juga: Elektabilitas Capres Terbaru Ganjar vs Prabowo Versi Poltracking, Disebut Sangat Kompetitif
Karena aksi itu, Adian Napitupulu kembali ditangkap dan diinterogasi oleh polisi.
Di penghujung 1996, bersama kawan-kawannya Adian Napitupulu kemudian membentuk Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Jakarta.
Lembaga tersebut bertujuan untuk mengorganisir korban SUTET di desa Cibentang, Parung, Bogor, Jawa Barat.
Akibat aksi bantuan tersebut, pada 1997 Adian Napitupulu pernah mengalami penganiayaan dari aparat.
Adian Napitupulu kembali mengalami penganiayaan ketika pada Pemilu 1997 ia menolak paksaan massa Golkar untuk menunjukkan jari tengah dan telunjuk yang merupakan lambang Golkar saat itu.
Baca juga: Dipimpin Ahmad Basarah, Desk Khusus Kerja Sama Relawan Ganjar Pranowo Segera Bekerja
Beberapa pekan setelah itu, Adian Napitupulu mulai berpindah-pindah tempat tinggal, tidak lagi berkantor di LBHN karena kondisi perpolitikan yang semakin tidak stabil.
Nama Adian Napitupulu semakin diperhitungkan ketika ia ikut mendirikan Komunitas Mahasiswa se-Jabodetabek pada 1998.
Komunitas itu bernama Forum Kota (Forkot) yang berisi 16 kampus daan merupakan organisasi mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR pada 18 Mei 1998.
Setelah berakhirnya orde baru, Adian Napitupulu masih terus terlibat dalam berbagai gerakan.
Pada 2009, Adian Napitupulu mendirikan Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) yang melakukan protes dan mogok makan sebagai bentuk solidaritas atas nasib kaum buruh pada 2012.
Baca juga: Bentuk Tim Koordinasi Relawan, PDIP Siap Kerja Sama dengan Parpol Lain
Karier Politik Adian Napitupulu
Sebelumnya Adian Napitupulu sempat mencalonkan diri sebagai anggota DPR melalui PDI Perjuangan, namun ia belum lolos ke Senayan.
Pada Pileg 2014, Adian Napitupulu kembali mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif dan akhirnya berhasil lolos menjadi Anggota DPR RI.
Adian Napitupulu menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan untuk Dapil Jabar V dan menjabat sebagai anggota Komisi VII.
Nama Adian Napitupulu pertama menjadi perbincangan publik setelah pernyataannya yang terang-terangan menolak calon presiden Prabowo Subianto pada Pilpres 2014.
Baca juga: Relawan Sebut Ganjar Pranowo Sebagai Sosok yang Mau Turun ke Bawah: Bisa Ikuti Kesuksesan Jokowi
Penolakan itu dilatarbelakangi karena isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pada Pileg 2019, Adian Napitupulu juga kembali mencalonkan diri sebagai caleg di dapil yang sama.
Hasilnya, berdasarkan rekapitulasi suara dari KPU, Adian Napitupulu kembali lolos ke Senayan dengan perolehan suara sebesar 80.228 suara.
Meski lolos, namun suaranya masih kalah telak dari Fadli Zon yang juga berasal dari Dapil Jabar V dengan perolehan suara sebesar 230.524 suara.
Profil Habiburokhman
Dikutip dari fraksigerindra.id, Habiburokhman merupakan pria kelahiran Metro, Lampung, pada 17 September 1974.
Habiburokhman dikenal sebagai advokat politik.
Di dunia politik, ia menjadi kader Partai Gerindra, pimpinan Prabowo Subianto.
Pada tahun 2010, Habiburokhman resmi menjadi kader Gerindra.
Kala itu, ia langsung menduduki jabatan prestisius sebagai Ketua Bidang Advokasi dan sekaligus anggota Dewan Pembina.
Pada tahun 2012, Habib panggilan akrabnya, memimpin Tim Advokasi Jakarta Baru, kelompok Advokat yang membela kepentingan hukum Jokowi – Ahok.
Jokowi-Ahok, kala itu merupakan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang diusung PDI Perjuangan dan Gerindra.
Lantas, pada tahun 2014, Habib menjadi Direktur Advokasi Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta.
Kariernya sebagai Advokat politik berlanjut saat Pilkada DKI Jakrtas 2017.
Habiburokhman mendirikan dan memimpin Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
ACTA diketahui merupakan kumpulan advokat yang berperan besar memanangkan Pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Kariernya di politik berlanjut.
Tahun 2019, ia menjadi salah satu Juru Bicara Hukum Pasangan Calon Prabowo Sandi pada Pilpres.
Pada tahun yang sama, Habib juga lolos menjadi anggota DPR RI Partai Gerindra dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta I.
Ia menjadi anggota DPR RI Periode 2019-2024.
Kini, ia diamanahi menjadi pimpinan anggota DPR Komisi III.
Habiburokhman menggantikan mendiang Desmond J Mahesa yang meninggal beberapa waktu lalu.
Setelah dilantik sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI pada Selasa (4/7/2023) ini, ia berharap mendapat dukungan agar dapat menggantikan tugas Desmond dengan baik.
Di sisi lain, Habib mengatakan, bahwa tugas yang ia emban dengan menggantikan Desmond tidaklah mudah.
"Insya Allah, saya semaksimal mungkin bisa melakukan sebaik beliau," kata Habiburokhman, Selasa. "Jadi tugas-tugas pengawasan rapat-rapat pembahasan undang-undang, terus belajar bersama rekan-rekan anggota Komisi III lainnya supaya lebih maksimal melayani rakyat," lanjutnya.
Baca juga: Profil Danny Pomanto, Wali Kota Makassar 2 Periode Mundur dari NasDem, Tulis Surat ke Surya Paloh
Riwayat Pendidikan
Dikutip dari situs DPR, dpr.go.id, Habiburokhman mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN Yosodadi Lampung Tengah.
Ia melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 2 METRO.
Lulus SMP, Habiburokhman pun melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Surya Darma II Bandar Lampung.
Kemudian, pendidikan sarjananya berlanjut ke Universitas Lampung, mengambil jurusan Hukum.
Ia juga melanjutkan S2-nya di universitas yang sama.
Lantas, S3 di Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Semasa Mahasiswa, Habib aktif di berbagai organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Senat Mahasiswa FH Unila dan Keluarga Mahasiswa Pemuda Pelajar Lampung (KMPPRL). (*)