“Ini kalau tidak kita kritisi dan kawal bersama, bukan mustahil suara PSI pada 20 Maret 2024 sudah mencapai empat persen atau lebih."
"Harus ditilik bagaimana suara itu masuk melalui C1 Plano, kalau PSI berhasil masuk Senayan, maka bukan mustahil Kaesang maju sebagai kepala daerah," imbuh Ikrar dikutip dari WartaKotalive.com, Minggu (3/3/2024).
Ikrar pun mengaku waswas melihat penggelembungan suara PSI ini.
Ia khawatir lonjakan suara partai pimpinan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, tersebut akan beririsan dengan penyelundupan hukum.
“Bukan mustahil MK membuat UU baru, yang waktu itu tidak disetujui Pak Mahfud."
"Syarat usia minimal hakim MK mau direvisi. Saya curiga hal ini untuk mendepak orang-orang seperti Saldi Irsa yang saat bergabung ke MK-waktu itu usianya belum 45 tahun."
"Penyelundupan hukum seperti yang terjadi ketika Gibran maju sebagai cawapres, sama persis dengan usaha mendepak hakim-hakim yang memiliki kepribadian tinggi,” jelas Ikrar.
Peristiwa Pilpres 2024, lanjut Ikrar, dapat menjadi tolak ukur bagaimana Jokowi bersikap.
"Saya kira cukup Gibran saja, tetapi ternyata tidak. Kita lihat nanti, Pilkada dimajukan ke September, bukan November, kalau itu terjadi bukan mustahil Pak Jokowi memiliki kepentingan di situ."
"Lagi-lagi ada anggota keluarganya yang ikut Pilkada. Kalau PSI berhasil masuk Senayan, Kaesang tidak mustahil maju sebagai pemimpin daerah,” pungkas Ikrar.
Operasi Senyap Sejak sebelum Pemilu
Terkait lonjakan suara PSI, Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy atau Rommy pun buka suara.
Rommy mengungkap adanya operasi senyap untuk memenangkan PSI sejak sebelum pelaksanaan Pemilu 2024.
Berdasarkan informasi yang diterima Rommy, gerakan senyap tersebut menargetkan adanya 50 ribu suara tiap kabupaten/kota di Pulau Jawa, dan 20 ribu suara tiap kabupaten/kota di luar Jawa untuk PSI.
“Sejak sebelum Pemilu, saya mendengar ada operasi pemenangan PSI yang dilakukan oleh aparat," ucap Rommy, Senin (4/2/2024).