“PKS adalah salah satu partai yang memiliki tingkat pragmatisme rendah. Partai ini relatif konsisten, berbasis ideologi keagamaan, baik di level elit maupun konstituennya. Pilihan menjadi oposisi juga sudah dilakukan sejak lama. Keputusan politik PKS biasanya memiliki resonansi yang sama dengan pemilih, artinya suara partai selaras dengan publiknya.”
Dalam politik, tambah Fuady, semua serba boleh dan serba mungkin. Mereka yang menjadi lawan politik seketika dapat menjadi kawan dalam perahu yang sama.
Apalagi jika mereka sebenarnya relatif memiliki ikatan emosional karena pernah berkoalisi di pilpres sebelumnya.
“Jadi bila relawan dan pemilih menginginkan PKS menjadi oposisi, sebaiknya musyawarah elite partai mempertimbangkan hal itu. Apalagi PKS sudah berpengalaman menjadi oposisi. Demokrasi yang sehat membutuhkan oposisi untuk memastikan kebijakan pemerintah selaras dengan aspirasi publik.”
Baca juga: Kursi di DPRD DKI Naik Drastis, Parpol Koalisi Perubahan Rawat Kesetiaan Sampai Pilkada Serentak
Bagi pemilih PKS, tradisi PKS itu bukan pragmatisme tapi politik yang lebih ideologis, bukan kekuasaan yang menjadi tujuan. Artinya berada di luar lingkaran kekuasaan lebih terhormat bagi PKS.
“Partai ini tidak memiliki tradisi mengkhianati suara konstituennya.” (*/)