Karena itu, persepsi kemunduran prinsip demokrasi akibat melemahnya MK menjadi isu yang harus segera diatasi sebelum terlambat.
“Selama masa tahapan Pemilu, IALA telah melakukan studi komparatif untuk mengamati proses Pemilu tahun 2024 dari sisi perbandingan tata cara penyelesaian benturan hukum khususnya dalam konteks undang-undang dan ketentuan yang berlaku menyangkut yurisdiksi dan wewenang berbagai lembaga dan perangkat penyelenggara Pemilu di Indonesia, termasuk Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam konteks memutuskan ketentuan persyaratan calon presiden dan wakil presiden,” jelas dia.
Kajian-kajian IALA juga secara khusus membahas tentang norma-norma etika dalam menjaga kepercayaan dan/atau keyakinan publik atas sistem pemerintahan sipil apabila ada upaya atau tindakan hukum yang diambil dari pihak yang memiliki kepentingan dalam sistem pemilu di Indonesia secara langsung dan tidak langsung.
Sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berperan sebagai institusi penjaga amanah Konstitusi dengan berbagai kewenangan salah satunya menguji undang-undang terhadap konstitusi serta memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
“Pada studi komparatif ini kami mempergunakan berbagai kasus dari Mahkamah Agung Amerika Serikat,” kata Bhirawa.
Dia menambahkan, melalui amicus curiae, IALA percaya bahwa MK dapat menjaga amanah kepercayaan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 di Indonesia, dan berharap agar MK dapat selalu menjunjung tinggi sumpah jabatan, etika, kepatuhan terhadap hukum, dan loyalitas kepada bangsa dan negara.
Tak Berpengaruh
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mengatakan, pengajuan amicus curiae ke MK tidak akan mempengaruhi putusan MK.
Menurutnya, para hakim MK diyakini sudah membuat keputusan tinggal membawanya dapat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk difinalisasi.
“Saya melihatnya sebagai upaya terakhir untuk membentuk opini, mempengaruhi opini dari Mahkamah Konstitusi dari hakim-hakim Mahkamah Konstitusi, kalau kita bicara Mahkamah Konstitusi sebetulnya proses formalnya sudah selesai. Pada hari ini majelis hakim itu tinggal berdiskusilah tinggal rapat saja dan mungkin merenungkan pilihan-pilihan jawaban mereka atau keputusan mereka menghadapi tanggal 22 nanti,” kata Qodari.
Qodari menambahkan semua proses tahapan persidangan sudah selesai dijalani, biarkan para hakim MK mengambil keputusannya berdasarkan bukti dan fakta-fakta di persidangan, bukan dari opini publik yang sengaja masif dihembuskan.
Merujuk pada Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tugas MK hanya berwenang mengadili persilihan hasil pemilihan umum (PHPU).
“Jadi kalau kita kembali kepada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 sesungguhnya yang namanya MK itu memang fokus kepada hasil, karena itulah kemudian nama sidangnya itu PHPU permohonan hasil pemilihan umum begitu sengketa pemilihan hasil pemilihan umum,” ujar dia.
“Bahkan formatnya sendiri pun itu sudah format yang khusus mengenai hasil di mana di situ KPU angkanya berapa dan angka tandingan dari pihak yang memohon atau menggugat itu angkanya berapa?" lanjutnya.
Seharusnya kata Qodari, pihak penggugat baik tim hukum dari nomor urut 01, Anies – Muhaimin atau kubu 03, Ganjar – Mahfud mengajukan perbandingan perbedaan suara dari yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan versi hitung real count masing-masing pemohon.