News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Opini

Kepala Daerah di NKRI

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Oleh: Miftah Thoha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebentar lagi, bulan Desember 2015, akan dilaksanakan tahap pertama pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia.

Sekarang ini pemerintah telah menetapkan dua macam pemilihan umum. Pertama, pemilihan umum nasional memilih presiden kepala negara badan pemerintahan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beserta anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kedua, pemilihan umum daerah (local election day) yang memilih kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota, dan mestinya juga memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Undang-Undang Pemerintahan Daerah mulai dari UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004, dan UU No 23 Tahun 2014 menyebutkan, kepala daerah itu diajukan sebagai calon oleh partai politik atau gabungan dari partai politik dan yang memahami kondisi daerahnya, artinya calon harus minimal berasal dari daerah tersebut dan dari parpol.

Adakalanya juga yang mewakili dirinya sendiri atau dari golongan independen. Jadi kita nanti akan memilih calon-calon dari partai politik dan orang daerah. Calon harus dari orang daerah supaya memahami betul kondisi dan adat istiadat daerah. Sementara itu, negara kita ini adalah negara kesatuan yang kepentingan nasional dan pemahaman kondisi dan masalah-masalah nasionalnya tidak bisa diabaikan oleh syarat calon.

Namun, dalam UU Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa wakil pemerintah pusat yang melaksanakan kepentingan pemerintah pusat hanya jabatan gubernur dan kepala kanwil yang mewakili kewenangan absolut pemerintah pusat, sedangkan bupati dan wali kota yang akan dipilih nanti tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai wakil pemerintah pusat di negara yang mengikuti sistem negara kesatuan (unitary system) seperti negara kita.

Kepentingan pemerintah pusat itu sebenarnya membentang berlakunya, mulai dari tata pemerintahan pusat sampai ke tingkat pemerintah daerah, termasuk pada tingkat yang berada di amat terbawah sekalipun. Jadi, tidak bisa hanya dipenggal pada jabatan tertentu seperti disebutkan dalam UU Pemerintahan Daerah tersebut. Dengan demikian, kepala daerah yang akan dipilih serentak itu mewakili orang daerah yang dari partai politik. Apalagi titik berat pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten/kota semakin jelas jauhnya jarak antara pemerintah pusat/nasional dan pemerintah daerah.

Kepentingan altruistik nasional

Perkembangan pelaksanaan sistem desentralisasi ke pemerintahan daerah di negara kesatuan seperti di negara kita mengalami perubahan yang dinamis. Akan tetapi, nilai altruistik kepentingan nasional di negara kesatuan itu tidak bisa terpotong sekecil apa pun dalam bentangan wilayah nasional itu.

Kepentingan altruistik nasional adalah kepentingan pemerintah nasional yang bisamembentuk jiwa nasionalisme dan jiwa kebangsaan, yang tidak dipersempit oleh semangat sektaristik kedaerahan. Dahulu di awal kita merdeka ketika akan menjabarkan pelaksanaan Pasal 18 UUD 1945, akan dibagi ke dalam berapa macam pemerintah daerah belum ada aturan perundangannya.

Waktu itu terpikirlah jenis pemerintahan yang harus terbentuk lebih dahulu adalah pemerintahan provinsi. Presiden Soekarno sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk panitia kecil yang diketuai Otto Iskandardinata . Ketika Ketua PPKI mempersilakan Otto memberikan laporan kerja tim kecilnya pada 19 Agustus 1945, dilaporkan bahwa Pulau Jawa ada tiga provinsi-Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat-masing-masing dipimpin seorang gubernur atau mangkubumi. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah lain dipimpin satu gubernur.

Tokoh yang ditunjuk sebagai gubernur adalah tokoh daerah yang nasionalis. Orang yang mengetahui dan memahami kondisi daerahnya akan tetapi memahami dan jiwanya adalah jiwa republiken dari negara kesatuan, bukan yang menonjolkan kepentingan kedaerahannya. Tokoh-tokoh seperti Dr Sam Ratulangi (seorang nasionalis dari Sulawesi Utara), serta Mr J Latuharhary dan Mr Teuku Moh Hasan (republiken dari Maluku dan Sumatera Utara) merupakan tokoh daerah yang jiwa altruistik nasionalnya melampaui semangat kedaerahannya.

Demikian pula ketika pemerintahan Orde Baru berkuasa berlaku semboyan yang dikembangkan bahwa pusat adalah pusatnya daerah, dan daerah adalah daerahnya pusat. Dengan demikian, negara kesatuan itu utuh tidak terbelah-belah antara pusat dan daerah. Tidak seperti sekarang ini sehingga tampaknya hubungan antara gubernur dan bupati/wali kota di daerahnya kurang harmonis. Itulah sebabnya, ada salah satu gubernur dalam karya ilmiahnya menyarankan titik berat otonomi diletakkan di provinsi. Sekarang ini banyak dijumpai kartu nama bupati/wali kota tidak lagi mencantumkan nama provinsinya. Hal seperti ini merupakan gejala apa? Apa karena bunyi undang-undangnya atau karena paham demokrasi yang mengalami perkembangan?

Negara kesatuan

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini