Di panggilan pertama, Setya Novanto beralasan ada tugas kenegaraan mengunjung konstituennya di masa reses DPR, lalu di panggilan kedua dia beralasan pemeriksaan dirinya harus atas izin presiden.
Ketidakhadiran Setya Novanto ini diketahui lantaran KPK menerima surat tertanggal 6 November 2017 dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR yang ditandatangani Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR, Damayanti.
Baca: Fakta Persidangan: Ada Tanda Terima Rp 1 Miliar dari Setya Novanto Kepada Made Oka Masagung
Dalam surat tersebut Sekjen DPR menyatakan, Setya Novanto tidak dapat memenuhi panggilan penyidik KPK.
Sekjen DPR berdalih pemeriksaan terhadap Setya Novanto sebagai Ketua DPR harus berdasar izin Presiden.
Menurutnya itu sesuai dengan ketentuan Pasal 254 ayat (1) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyebut 'Pemanggilan dan Permintaan Keterangan untuk Penyidikan terhadap Anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.
Alasan Sekjen DPR ini terasa janggal oleh banyak pihak.
Hal ini lantaran Pasal 245 ayat (3) menyatakan, ketentuan sebagaimana Pasal 245 ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau disangka melakukan tindak pidana khusus.