Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Pertemuan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan rivalnya, Prabowo Subianto di stasiun MRT dan dilanjutkan dengan makan siang bersama merupakan momen yang sangat penting bagi demokrasi Indonesia.
"Pertemuan ini sesungguhnya dinanti-nantikan rakyat Indonesia, untuk menunjukan kedewasaan demokrasi kita," ujar Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily kepada Tribunnews.com, Senin (15/7/2019).
Seharusnya, polarisasi masyarakat yang terbelah akibat perbedaan politik Pilpres selesai ketika Jokowi dan Prabowo bertemu.
"Semua harus mendukung pemerintahan Jokowi-Maruf ini untuk kemajuan bangsa yang adil dan makmur," tegas Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini.
Memang masih ada pihak-pihak yang tidak menerima dengan pertemuan kedua tokoh bangsa ini.
Pertanyaannya, kenapa mereka tidak menerima adanya pertemuan tersebut?
Juru bicara TKN Jokowi-Maruf ini menyebut beberapa analisis mengenai hal itu.
Pertama, sebut dia, pada prinsipnya memang mereka tidak suka dengan Jokowi.
Karena itu siapapun orang yang menjadi rival Jokowi akan mereka jadikan sebagai instrumen politik untuk melawan Jokowi.
"Hanya dijadikan sebagai tunggakan politik. Jadi mereka bukan karena suka sama rivalnya Pak Jokowi," jelasnya.
Kedua, mereka ini memang tidak siap berdemokrasi atau mungkin mereka tidak mengakui demokrasi sebagai sistem dalam politik kenegaraan di Indonesia.
"Mereka hanya ingin menang, tetapi tidak siap untuk kalah. Prinsip demokrasi, ya harus siap menang atau kalah," tegasnya.
Ketiga, ketidaksiapan berdemokrasi ini tentu karena mereka tidak memiliki kesadaran yang kuat dalam dirinya tentang politik itu bukan sekadar “harus menang sendiri”.