"Selain pendanaan, tantangan terbesar dalam pengelolaan museum adalah menciptakan konten yang kreatif sehingga museum selalu menarik bagi masyarakat," ujar Agus.
Pada kesempatan yang sama, pendiri Yayasan Mitra Museum Jakarta, Amir Sidharta menyoroti peran museum untuk memaknai rangkaian sejarah sebuah bangsa.
Pada peristiwa bersejarah Sumpah Pemuda misalnya, jelas Amir, dipahami secara sederhana sebagai menyuarakan persatuan dalam satu Tanah Air, satu bangsa dan satu bahasa sebaiknya ditinjau kembali sebagai upaya mengedepankan semangat antikolonialisme, yang didasarkan pada rasa hormat akan kekayaan budaya kita, yaitu keberagaman.
"Semangat ini yang bisa dijalankan oleh museum-museum Indonesia di ambang abad
ke 21," ujar Amir.
Pada akhirnya, tegas Amir, kita kembali pada gagasan permuseuman yang bertujuan untuk menyingkap persamaan dan kerja sama budaya-budaya, ketimbang superioritas nasionalistik/etnosentrik yang seringkali malah membentuk ekslusivitas yang sempit.
Amir menilai, museum lahir di dunia sebagai bagian dari perangkat kolonialisme dan imperialisme.
Tetapi, tegasnya, bangsa kita yang sudah susah payah memerdekakan diri sebaiknya tidak terperangkap dalam gaya kolonial baru dalam kemasan patriotisme.
"Kita boleh bangga atas keindahan batik kita misalnya, namun alangkah baiknya jika kita mengingatkan bahwa perkembangan batik kita, didukung perdagangan dan interaksi antar budaya internasional," ujarnya.
Pada akhirnya, tegas Amir, kita kembali ke makna museum, yang akar katanya 'muse' adalah untuk memberikan inspirasi, bukan meneruskan pembelokan fungsi untuk menjadi alat propaganda kepentingan golongan tertentu saja.